Sudah empat
tahun lebih saya mengikuti program tarbiyah.
Sudah banyak suka duka tarbiyah yang kulalui. Namun, tarbiyah semalam mendatangkan cita
rasa baru dalam sejarah perjalanan tarbiyahku.
Tarbiyah di
kuburan. Yah, kuburan. Tempat yang bagi kebanyakan orang dianggap
angker dan banyak setannya(baca;hantu).
Berbekal
penerangan seadanya seperti hape dan senter(meski sebagiannya sudah lowbat). Kami bersembilan pun berangkat menuju sebuah
pemakaman umum di bilangan Antang. Sesampai
di areal pemakaman, murabbi kami langsung menggelar terpal yang ia bawa
sendiri. Terpal tersebut digelar tepat
di samping areal pemakaman. Di dekat
tempat kami membuat majelis, kurang lebih 3 atau 4 meter di belakang kami samar-samar
terlihat beberapa kuburan yang masih ‘basah’, mungkin karena jenazahnya baru
saja dikuburkan.
Dalam
kegelapan malam itu, seperti biasa, kami memulai tarbiyah dengan tahsinul
qiro’ah. Satu per satu kami membaca
al-Qur’an untuk didengarkan dan dikoreksi oleh murabbi. Hanya dengan mengandalkan cahaya layar hp,
kami mencoba menerangi lembaran mushaf Al-Qur’an agar bisa terbaca.
Saudara
pembaca, jangan Anda bayangkan bahwa suasana saat itu penuh dengan aroma mistis
dan angker. Tidak sama sekali! Kedatangan kami untuk bertarbiyah di samping
kuburan bukan untuk melakukan ritual tertentu memanggil semisal memanggil arwah
orang mati. Tujuan utamanya adlah untuk mengambil
ibrah dan mengingatkan kami akan kematian -yang bisa datang kapan saja.
Alhamdulillah,
sejak kami semua mengikuti tarbiyah, aqidah kami sedikit demi sedikit
diperbaiki. Dulunya, kami takut dengan
hantu dan sejenisnya. Tapi dalam
tarbiyah diajarkan bahwa kita hanya boleh takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Ketakutan yang berlebihan kepada selain Allah
bisa mengantarkan kepada syirik.
Lagipula, hantu-hantu sebagaimana yang banyak diyakini oleh masyarakat seperti
kuntilanak, sundel bolong, genderuwo, tuyul dan jenis hantu yang lainnya tidak
lain dan tidak bukan adalah hasil imajinasi orang-orang yang terlibat dalam
pembuatan film. Lalu film itu pun kita
tonton. Akhirnya muncullah sosok-sosok hantu dalam kepala kita. Pun, kalau ada
yang menampakkan diri, itu tidak lain dan tidak bukan kecuali jin. Allah telah menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa
tipu daya setan itu lemah. Jadi, buat
apa takut hantu(setan)?
Materi
tarbiyah pun dimulai. Materi tarbiyah
malam itu adalah tentang kematian. Di
antara poin paling penting yang disampaikan ustadz adalah hadits yang sangat
panjang yang menerangkan tentang proses kematian seseorang hingga ia ditanya
oleh malaikat dalam kuburnya.
Hadits panjang al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani
menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:
Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di
perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya
seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah,
lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada
Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia
dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para
malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan
dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata
memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan mengambil posisi di
arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa
yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’.
Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti
lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut
diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada
para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan
diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian
yang paling harum di muka bumi.
Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke
langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa
siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para
malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di
dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu
diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya
menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh. Di sanalah
Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu
kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka
(para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka
akan Ku bangkitkan.’
Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di
dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk.
Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya.
Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya.
Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’
“Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya. ‘Dari mana
engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya
dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru,
‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian
darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan
harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata
memandang.
Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat
tampan memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya
berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin
tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal
salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah
datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.
Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak
mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari
langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka
duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di
arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah
kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di
sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut
(dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di
kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa,
sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di
sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar.
Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.
Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka
melewati segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat
hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang
terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin untuk
memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman Allah:
لا تفتح لهم
أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط
“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang
kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya
unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)
Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di
dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ
بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي
بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ
“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah,
maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)
Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya,
hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya,
‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali
bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua
bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku
tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah
berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa
panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di
‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama
lainnya.
Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk
memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang
membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan
bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan
kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau
datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad
dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim
dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal.
156)
Saat
mendengarkan hadits tersebut, terdengar ikhwah berulang kali mengucap
subhanallaah, masyaa Allah.. sehingga semakin menambah kesan mengerikannya
saat-saat sakaratul maut.
Di akhir
tarbiyah, ustadz kembali mengingatkan kami untuk terus bersiap-siap menghadapi
kematian. Kematian tidak menunggu kita
siap atau tidak siap. Jika sudah
waktunya kematian kita, maka tidak ada pilihan lain lagi. Adalah sebuah kerugian besar jika di akhir
kehidupan, kita menutupnya dengan maksiat dan kelalaian.
Kita semua
berharap agar dibimbing oleh Allah untuk mengucapkan kalimat tauhid di akhir
kehidupan kita.
Membahas
kematian dalam suasana hening dan gelap di samping kuburan merupakan pengalaman
baru dalam hidup kami. Semoga hal ini
bisa menghidupkan hati-hati yang kering karena disibukkan dengan dunia. Semoga ibrah tarbiyah malam itu terus terkenang
sehingga bisa mencegah dari berbuat maksiat kepada Allah ‘azza wa jalla.
(Abu
Muhammad: Makassar, Senin, 21 Muharram 1435H/25 November 2013)
0 komentar:
Posting Komentar