Pembaca yang budiman, beberapa
hari lagi kalender akan menunjukkan tanggal 25 Desember 2012. Dalam kalender, angka ini ditandai dengan
warna merah. Orang-orang
mengistilahkannya ‘tanggal merah’.
Sekedar tanggal merah bukan masalah, namun jika ‘merah’nya menodai
akidah, itu yang berbahaya.
25 Desember diperingati
sebagai hari natal oleh orang-orang nasrani(kristen). Orang-orang nasrani menganggap tanggal ini
sebagai hari kelahiran Isa (Yesus).
Mereka menjadikan hari ini sebagai hari raya yang mereka bergembira dan
mengajak orang-orang untuk ikut bergembira bersama mereka di hari itu, termasuk
kaum muslimin. Sebagian kaum muslimin -yang
jahil tentang agamanya- pun latah dan turut serta merayakan hari tersebut dan
meluapkan kegembiraannya. “Demi
menjunjung toleransi”, kata mereka.
Sejatinya, perayaan natal -menurut anggapan
mereka- adalah perayaan atas kelahiran ‘tuhan’ mereka. Sehingga jika ada orang islam yang turut bergembira
apalagi sampai ikut merayakan hari natal maka sama saja ia telah setuju bahwa
Yesus adalah tuhan. Padahal, sebagai
umat islam, kita meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah,
tidak yang lain, tidak malaikat, tidak nabi, tidak budha, tidak pula Yesus.
FENOMENA MEMPRIHATINKAN
Hal yang sangat memilukan saat TV sebagai
‘kiblat’ informasi di zaman modern ini
telah menggiring opini publik, khususnya umat islam untuk menggap sepele
masalah seperti halnya mengucapkan ‘selamat natal’.
Kita lihat, pada tanggal 25 Desember hampir
tidak ada stasiun TV yang tidak diisi dengan acara yang bernuansa natal. Mulai dari yang hanya menampilkan
pernak-perniknya semacam kostum sinterklas, pohon natal, lonceng hingga yang
terang-terangan membuat acara besar dalam rangka merayakannya. Mulai dari acara gosip(baca; ghibah)
murahan hingga program berita. Kalau
sudah begini kondisinya, pastilah sekedar mengucap ‘selamat natal’ dianggap sesuatu yang biasa.
Jika kita perhatikan lebih lanjut, siapa
kru-kru TV tersebut, siapa presenternya, siapa tokoh yang ditampikan yang turut
berpartisipasi memsosialisasikan syiar kekufuran(baca; natal) ini? Ya, sebagian mereka adalah kaum muslimin,
umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Namun
tipisnya aqidah dan dangkalnya
ilmu membuat mereka mengira bahwa hal itu adalah suatu hal yang
biasa-biasa saja.
ANDA BERTANYA, ULAMA MENJAWAB
Mungkin muncul dalam benak pembaca, apa
salahnya mengucapkan “Selamat Natal”?
Tak perlu kami menjawabnya, karena pertanyaan seperti ini juga telah
ditanyakan beratus-ratus kali kepada beratus-ratus ulama. Para ulama sepakat akan haramnya mengucapkan
‘selamat’ kepada hari raya orang kafir (non-muslim).
Di antara yang akan kami nukilkan untuk
menjawab pertanyaan ini adalah pernyataan salah seorang Imam kaum muslimin Ibnul
Qayyim Rahimahullah (wafat 751 H) dalam kitabnya Ahkam Ahli Adz-Dzimmah:
“Dan adapun memberikan ucapan selamat untuk
syiar-syiar kekufuran yang bersifat khusus maka ia adalah haram secara ijma`,
seperti mengucapkan selamat untuk hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan:
"Hari raya yang diberkahi untuk anda.” Maka yang seperti ini kalaupun
orang yang mengucapkan selamat dari kekufuran maka perbuatan itu termasuk yang
diharamkan”
Lanjut beliau, “Dan itu sama saja dengan memberikan
selamat untuk sujudnya mereka kepada salib. Bahkan itu lebih besar dosanya dan
lebih dimurkai oleh Allah daripada memberikan selamat atas perbuatannya meminum
khamar, membunuh, melakukan zina dan yang semacamnya. Dan banyak orang yang
tidak memiliki penghormatan terhadap Ad-dien(agama) terjatuh dalam hal itu dan
ia tidak mengetahui apa yang telah ia lakukan.”
Sebagaimana
yang dituliskan oleh Ibnul Qoyyim, maka telah jelaslah bagi kita haramnya
mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir.
Jika kita mengucapkannya maka sama saja kita turut mengakui keberadaan
tuhan-tuhan mereka.
Tak
terkecuali dengan agama nasrani. Jika
kita ucapkan ‘selamat natal’ kepada mereka maka sama saja kita mengatakan
‘selamat atas kelahiran Yesus, tuhan kalian’.
Apakah kita umat islam mengakui ketuhanan Yesus? Tentu tidak.
UCAPAN
YANG BERBAHAYA
Hanya
Allah lah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Dia sangat tidak senang jika
dipersekutukan. Dialah Dzat yang Maha
Menciptakan yang tidak butuh sekutu sama sekali. Allah mengancam tidak akan mengampuni dosa
orang-orang yang menyekutukannya jika ia mati dan belum sempat bertobat. Allah ‘azza wa jalla berfirman;
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ
افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً -٤٨-
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena
mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia Mengampuni apa (dosa) yang selain
(syirik) itu bagi siapa yang Dia Kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah,
maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An-Nisa: 48)
Dari ayat di atas, ada hal penting lain yang perlu kita pahami yakni bahwa
mengucapkan ‘selamat natal’ (yang berarti pengakuan akan ketuhanan Yesus) ini lebih besar dosanya ketimbang kita
mengucapkan, misalnya “Selamat, Anda telah berhasil mencuri” atau “Selamat atas
perzinaan yang Anda lakukan” atau “Selamat atas terbunuhnya si Fulan di tangan
Anda”.
Mengapa? Karena syirik
(menyekutukan Allah) lebih besar dosanya ketimbang mencuri, zina ataupun
membunuh.
INI
PRINSIPKU
Beberapa waktu lalu ketika membuka sebuah situs di internet, kami
menemukan sebuah petikan dialog yang
cukup menarik antara seorang muslim yang punya prinsip dengan seorang
non-muslim yang merayakan hari rayanya.
Non-muslim : Mengapa Anda tak mengucapkan ‘selamat’ kepadaku
di hari rayaku ini?
Muslim : Maaf, dalam agamaku tidak diperbolehkan
mengucapkan ‘Selamat’ atas hari raya orang non-muslim. Dan inilah prinsip yang
ku pegang.
Non-muslim : Kan hanya sekedar kata-kata. Apa sulitnya kau ucapkan?
Muslim : Maukah kau ucapkan kalimat “Asyhadu an-laa ilaaha illallaah wa anna
muhammadan rasulullaah?”
Non-muslim : Tidak
Muslim : Mengapa? Kan Cuma sekedar kata-kata?
Non-muslim : Ehm, sekarang aku paham.
MAKAR ORANG KAFIR
Saudaraku,
orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah senang kepada kita hingga kita
mengikuti millah mereka. Allah ‘azza wa jalla
berfirman :
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Artinya: Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama
mereka.(QS.Al-Baqaroh:120)
Millah
dalam ayat di atas bukan hanya berarti agama, bisa juga berarti gaya hidup,
pola pikir atau tingkah laku. Artinya,
jika kita sudah mengikuti gaya hidup, pola pikir dan tingkah laku mereka
(Yahudi dan Nashrani) maka tanpa berganti KTP pun kita telah membuat mereka
senang.
Mereka akan
menempuh segala cara agar kita mengikuti ‘millah’ mereka. Mulai dari cara halus hingga yang ekstrim dan
blak-blakan. Mungkin awalnya kita hanya
sekedar mengucapkan ‘selamat natal’ tanpa meyakini Yesus sebagai tuhan, namun
jika hal ini terus menerus kita lakukan boleh jadi suatu saat nanti kita pun
akan mengakui bahwa Yesus adalah tuhan, secara sadar atau tidak.
Demikianlah
langkah syaithon dalam menjerumuskan manusia ke dalam neraka, pelan dan sangat
halus. Kebanyakan manusia masuk dalam
jebakannya kecuali yang diberi Taufik oleh Allah ‘azza wa jalla.
ISA ADALAH HAMBA
DAN UTUSAN ALLAH, BUKAN ANAK ALLAH
Sebagai penutup,
penulis kembali menegaskan kepada kita semua bahwa Allah adalah satunya-satunya
Tuhan yang patut untuk disembah, ia
tidak beranak dan diperanakkan dan bahwa ‘Isa bin Maryam alaihimassalam adalah hamba dan utusan Allah.
“Dia (‘Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba
Allah, Dia Memberiku Kitab (Injil) dan Dia Menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia
Menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia
Memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku
hidup. Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang
sombong lagi celaka” (QS. Maryam 30-32)
“(Allah)
tidak beranak dan tidak pula diperanakkan” (QS. Al
Ikhlas:3)
PEGIAT
GASBIT
(GERAKAN
ANTI SYIRIK, BID’AH DAN KHURAFAT)
Makassar,
3 Safar 1434H/16 Desember 2012
0 komentar:
Posting Komentar