“Kekasih”, sebuah kata yang erat
hubungannya dengan ‘cinta’ dan ‘kasih sayang’.
Sebagian pemuda(i) mengidentikkan kekasih sebagai ‘pacar’; orang yang
dicintai, dikasihi, disayangi bahkan dijadikan sandaran dalam segala hal (tentu
ini tidak sesuai dengan syariat islam).
Sedikit saja masalah yang ia temui, maka kekasihnyalah yang selalu jadi
sasaran curhatnya sekaligus tempatnya meminta solusi. Padahalm mungkin kekasihnya tersebut juga
tidak bisa memberi solusi, bahkan hanya akan menambah masalah buatnya.
Sebenarnya, jika istilah ‘kekasih’
hanya dimaknai seperti apa yang saya sebutkan di atas, maka pemaknaan tersebut
sangat sempit. Secara lebih luas, kekasih
adalah sesuatu yang dikasihi, disayangi
dicintai, apa pun itu.
Allah subhanahu wa ta’ala telah
memilih dua manusia terbaik sebagai kekasihnya yang kita kenal (atau mungkin
tidak) dengan istilah waliiullaah(kekasih Allah). Mereka berdua adalah Nabiullah Ibrahim ‘alaihissalam
dan Nabi Muhammad Shallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ketinggian ubudiyah (penghambaan)
dan kecintaan mereka kepada Allah telah mengantarkan mereka mencapai posisi
tersebut. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
hampir saja binasa dalam kobaran api yang sangat besar serta panasnya yang
sangat dahsyat. Bukan satu atau dua jam,
namun berpuluh-puluh hari. Namun Ibrohim
khulilullah diselamatkan oleh Allah ‘azza wa jalla,
kekasihnya. Ia telah membuktikan cinta
kepada kekasihnya, Allah ‘azza wa jalla.
Rosulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam bahkan mengalami penderitaan yang lebih berat dari
itu. Kita ambil sepenggal kisah
perjuangan beliau yang penuh dengan derita..
Saat kota Mekkah telah menyesakkan jiwa Rasulullah
dan kaum muslimin, dakwah Nabi ditentang dengan penentangan yang sangat
keras. Siapapun yang kedapatan masuk
Islam akan disiksa. Penyiksaan demi
penyiksaan dialami oleh kaum muslimin kala itu.
Mekkah, tidak kondusif lagi untuk kelangsungan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. beberapa puluh sahabat
diperintahkan untuk berhijrah melintasi lautan nan luas. Habasyah menjadi tujuannya, demi
menyelamatkan keimanan. Rasululah sendiri
telah memilih kota Thaif sebagai lokasi berhijrah. Besar harapan beliau bahwa penduduk Thaif
akan lebih terbuka dan siap menerima dakwah islam yang beliau bawa. Namun, jauh panggang dari api. Perlakuan yang beliau terima saat berada di
Thaif tidak kalah buruk dengan perlakuan musyrikin Mekkah. Walhasil, beliau pun meninggalkan Thaif
dengan kaki penuh luka akibat lemparan batu.
Semua itu dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam demi pembuktian cinta kepada kekasihnya, Allah ‘azza wa
jalla.
Cinta, memang butuh pengorbanan,
pembuktian dan bukan hanya sekedar hiasan bibir dan isapan jempol belaka.
Allah dan rasul-Nya adalah yang paling
berhak untuk kita cintai. Cinta kepada
apapun harus dilandasi karena cinta kepada Allah ‘azza wa jalla. Cinta yang bukan karena Allah adalah cinta
yang tercela. Cinta muda-mudi yang diaplikasikan dengan cara yang diharamkan
Allah (pacaran-pen) adalah cinta yang tercela.
Puncak kecintaan yang terlarang
adalah kecintaan yang menyebabkan pelakunya menduakan Allah ‘azza wa jalla.
“Dan diantara
manusia ada orang-orang yang mengangkat sembahan-sembahan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
sangat cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
Jika kita mengaku beriman,
tunjukkanlah cinta kita kepadaNya. Jadilah pecinta sejati!
(Abu Muhammad)
tidak ada pengorbanan dalam cinta.....jika mencintai jadilah cinta itu yang menyakitkan...cinta yang mungkin tak pernah berharap balasan.....
BalasHapusjika kau mulai merasa aku sudah berkorban namun tiada balasan...maka saat juga itu cintamu mulai pudar.....
Ini tulisan saya 3 tahun lalu. saya belum semat baca seluruhnya, yg jelas ada yg salah. Nabi Ibrahim alaihissalam dan Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam adalah "Khalilullah" bukan sekadar "Waliulloh" karena Khalil lebih tinggi tingkatannya daripada Wali. wallahu a'lam
BalasHapus