CATATAN
PENGAJIAN KITAB AL-LU’LU’ WAL MARJAN
MALAM JUMAT, 8
RABI’UL AWWAL 1435H/10 JANUARI 2013
MASJID UMAR BIN
KHATTAB DPP WI, ANTANG
UST. MUHAMMAD YUSRAN ANSHAR, LC.,MA.
BAB 7: ANJURAN MENGATAKAN
SEBAGAIMANA YANG DIKATAKAN MUADZIN BAGI YANG MENDENGARKAN ADZAN KEMUDIAN
BERSHOLAWAT KEPADA NABI@ SETELAH ITU MEMINTA WASHILAH KEPADA NABI@
Ada hal yang luput kita bahas pada
pekan lalu, yakni pada penggalan hadits
“Lalu
diperintahkanlah Bilal untuk mengumandangkan adzan dengan bilangan ‘genap’ dan
iqomah dengan bilangan ‘ganjil’
dari sini ulama kita mengambil hukum
bahwa adzan hukumnya fardhu kifayah. Al-Ashlu
fil amri al wujuub. Adzan juga
menjadi penanda sebuah negeri adalah negeri Muslim. Ini merupakan dalil kuat.
Adzan diwajibkan bagi yang akan sholat
berjamaah maupun sholat secara umum.
Sebagian besar ulama meniadakan anjuran adzan kepada wanita. Karena adzan itu dijahrkan sementara wanita
dianjurkan untuk merendahakn suaranya.
Adapun iqomah, sebagian pun meniadakannya. Namun wallahu a’lam, yang rajih boleh bagi
wanita melakukan iqomah karena iqomah tidak sekeras adzan, dengan catatan,
tidak ada laki-laki ajnabi. Jika
adzan sudah dikumandangkan di suatu masjid maka itu berlaku untuk sholat-sholat
setelahnya, jika ada jamaah lain yang akan sholat. Adapun iqomah, maka harus diulang.
Hanya ada 1 hadits dalam bab ini,
sebenarnya ada hadits lain yang
menyebutkan tentang menjawab adzan namun tidak diriwayatkan Bukhari dan Muslim:
Hadits Abu Sa’id
al-Khudry bin Sinan: Hadits 215
“bahwasanya
Rasulullah @ bersabda: Jika kalian mendengarkan an-nida(istilah untuk adzan
yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits) maka katakanlah sebagaimana yang
dikatakan oleh muadzdzin”
Faidah:
Beberapa dzikir saat muadzin
mengucapkan lafadz adzan dan setelah adzan:
1.
Mengikuti apa yang dikatakan muadzin
kecuali saat hayya alashsholah & hayya ‘alalfalaah. Saat mendengar hayya ‘alatain maka yang diucapkan adalah hauqolah (laa
hawlaa walaa quwwata illaa billaah).
Hal ini dibahas secara rinci dalam hadits Muslim dari Umar bin
Khattab. Dalam hadits tersebut
diperintahkan kepada kita agar memaknai ucapan tersebut.
Perlunya kita selalu
mengulang-ulang syahadatain karena terkadang syahadat batal tanpa
disadari.
Saat kita
mendengarkan hayya ‘alatain kita mengucapkan hauqolah karena
sesungguhnya yang bisa menyebabkan kita beribadah/melangkah menuju masjid
adalah karena taufiq dan kekuatan dari Allah ‘azza wa jalla.
Orang yang meresapi
bacaan tersebut dijanjikan masuk surga berdasarkan hadits Muslim
2.
Dalam riwayat Muslim dari Sa’ad bin
Abi Waqqosh, bacaan saat mendengar tasyahud adalah radhiitu billah robbaa wa
bimuhammadin rasula wa bil islaami diina.
Siapa yang
mengucapkan demikian maka diampuni dosanya (caranya: ?)
3.
Setelah selesai adzan maka bersolawat
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Bentuknya tidak disebutkan secara khusus, apa
saja, bisa Sholawat Ibrahimiyyah atau sekadar Allahumma shalli ’alaa
muhammad. Pahala yang didapatkan
adalah man sholla ‘alayya sholatan wahida shallallahu ‘alaihi bihaa ‘asyran. Karena Allah memberi sholawat kepada kita
maka itu bukan lagi doa.
4.
Membaca doa setelah adzan: hadits
Bukhori dari Jabir bin Abdillah. Dalam
Ashabussunan maka ada tambahan : Innaka laa tukhliful mii’aad. Ibn Baz menhasankan tambahan ini namun
sebagian besar ulama men-dhoifkannya.
Orang-orang yang mengucapkan doa ini akan mendapat syafaat Nabi@ pada
hari kiamat.
Rasulullah sudah
jelas selamat. Maka pada dasarnya doa
ini adalah doa untuk kita sendiri. d
“asaa an
yab’atsaka rabbuka maqooman mahmuudaa”
Dan seandainya pun
tidak ada yang bersholawat kepada Nabi maka Nabi sudah pasti mendapatkan maqooman
mahmuuda
5.
Setelah itu, maka hal yang dianjurkan
adalah berdoa secara umum. Dalam
Ashhabussunan dari Anas bin Malik: Doa tidak akan tertolak (rwyatlain:tidak
tertolak doa) antara adzan dan iqomah.
Silakan berdoa sesuai kebutuhan masing-masing dan sendiri-sendiri. ini merupakan waktu istijabah bukan tempat
istijabah. Maka siapa saja yang mendapatkan waktu ini berhak mendapatkan
keutamaan ini.
Beberapa hukum yang berkaitan dengan
menjawab adzan:
1.
Hukum Menjawab Adzan
Al-Hafidz Ibn Hajar:
ada beberapa perbedaan, yakni Hanafiyah dan Dzohiriyah memandang hukumnya
wajib. Abdul Wahhab (termasuk malikiyah)
memandang seperti ini. Begitu pun
Al-Albani.
Namun pendapat rajih
adalah sunnah muakkadah sebagaimana pendapat jumhur. Namun tidak sepantasnya seorang muslim
memudah-mudahkan hal ini. Yang
diperintahkan adalah inshooth (dengar sambil diam)
Ucapan ini untuk
setiap orang mendengarkannya baik tidak suci, junub dan haidh. Namun tidak perlu menjawab saat di dalam WC
atau dalam keadaan sholat. Ada satu
pendapat aneh dari Ibn Taimiyah, yakni fatwa beliau bahwa kita tetap menjawab
adzan meski dalam keadaan sholat. Namun
pendapat ini tidak disepakati oleh ulama yang lain.
2.
Dzikir yang terbaik adalah dengan
mendengarkan dengan hati dan lisan. Maka
menjawab adzan dengan talaffudz (dilafazkan)
3.
Ketika kita membaca qur’an atau
kegiatan baik lain dan adzan berkumandang, maka tunda itu untuk mendengarkan
adzan. Bahkan jika kita sholat sunnah,
maka percepat sholat sunnah untuk mempercepat adzan.
4.
Menjawab iqomah “qod
qomatishsholah” adalah dengan mengucapkan hal itu juga
5.
Menjawab taswiib adalah dengan
mengucapkan itu juga ash sholaatu khoiirun minan naum. Ada yang menjawab shodaqta wa barirta
(kamu sudah benar dan telah berbuat baik), ini dhoif dan tidak ada asalnya.
6.
Ketika sudah masuk masjid lalu adzan
hampir saja dikumandangkan hendaknya kita tunggu. Lalu saat adzan sedang dikumandangkan, tunda
sholat sunnah kita untuk menjawab adzan.
7.
Tentang masalah adzan jumat: kita
tidak mengingkari yang menunggu adzan(setelah khotib naik mimbar) hingga
selesai lalu ia sholat tahiyat masjid, begitu juga kita kita mengingkari yang
langsung sholat tahiyatul masjid meski adzan sedang dikumandangkan. Dalam masalah ini ada khilaf di kalangan para
ulama.
8.
Menjawab adzan mski dari radio, jika
sudah masuk waktu sholat
9.
Mengeraskan menjawab adzan
10. Boleh
bahkan menjawab adzan berulang
11. Kalau
kita hanya mendengar sepotong dari adzan, bagaimana? Sebagian mengatakan sebeutkan juga yang
terluput, namun yang rojih adalah menjawab hanya yang didengar saja.
0 komentar:
Posting Komentar