Ada dua jenis hujan yang bermanfaat, hanya Allah yang mampu menurunkannya. Kedua jenis hujan tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Pertama. Hujan berupa wahyu yang turun dan merasuk dalam hati. Allah Ta’ala berfirman :
{ وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ}
“Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy Syua’ara : 192-195)
Tidak akan ada kehidupan hati dan kebaikan padanya kecuali dengan turunya hujan ini, yakni berupa wahyu yang Allah turunkan dan sekaligus merupakan kalam-Nya yang agung. Allah Ta’ala berfirman
{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
“Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. “ (Fushilat:42)
Kedua. Hujan yang turun ke bumi berupa air. Allah Ta’ala berfirman
{ وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ}
“Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syuura : 28)
{ أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ}
“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? “ (QS. Al Waqi’ah : 68-69)
Allah Ta’ala telah menyebutkan dua jenis hujan ini berulang kali pada banyak tempat dalam kitab-Nya. Di antaranya dalam firman-Nya :
{ أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (16) اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ }
“Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang lalu hati mereka menjadi keras. Kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya. “ (QS. Al Hadid: 16-17)
Maksud ayat ini, sebagaimana Allah telah menghidupkan tanah yang mati dengan turunnya air hujan, maka demikian pula Allah menghidupkan hati yang mati dengan turunnya wahyu. Keduanya adalah sebab kehidupan. Air merupakan sebab hidupnya badan, sementara wahyu adalah sebab hidupnya hati. Keadaan hati bersama wahyu seperti keadaan tanah terhadap air hujan. Sebagaimana pula disebutkan dalam shahihain, dari sahabat Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
« إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ »
“Permisalan apa yang Allah utus kepadaku berupa petunjuk dan ilmu adalah bagaikan ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran Allah yang aku diutus dengannya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Demikian pula permisalan orang yang tidak mau mengangkat kepalanya (untuk menerima wahyu Allah), dia tidak mau menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menganugerahkan kepada kita dua jenis hujan yang bermanfaat ini.
***
Sumber : http://al-badr.net/
Penyusun: dr. Adika Mianoki
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar