Apa yang Anda lakukan jika Anda
mengetahui bahwa waktu Anda sedikit namun Anda harus mengumpulkan perbekalan
sebanyak-banyaknya sebelum waktu Anda habis, dan bekal itu akan Anda gunakan
untuk perjalanan yang sangat jauh, dan Anda tahu bahwa jika bekal Anda hanya
sedikit, Anda akan celaka di perjalanan?
Begitulah perumpamaan kita dengan kehidupan dunia ini.
Kehidupan dunia hanya
sebentar. Meski cuma sebentar, tapi
kehidupan di dunia inilah yang menjadi penentu kebahagiaan atau kesengsaraan di
fase kehidupan selanjutnya, sejak dari alam kubur(alam barzakh) sampai kita
masuk ke dalam surge atau neraka-semoga Allah menyelamatkan kita dari neraka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari sahabat Abu
Hurairah radillohu ‘anhu:
أَعْمَارُ
أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ
يَجُوزُ ذَلِكَ
Jika dibandingkan dengan
perjalanan kehidupan setelah mati yang sangat panjang, maka waktu umur kita di
dunia ini sangatlah singkat. Untuk waktu
di padang mahsyar saja lamanya 50.000 tahun.
Masalahnya, waktu untuk mengumpulkan bekal hanya ada di kehidupan dunia
ini. Bekal itu akan digunakan untuk
kehidupan yang sangat penjang setelah kematian.
Namun sangat disayangkan, banyak
manusia yang lalai. Dia lupa atau
pura-pura lupa bahwa ia akan mati. Dan
setelah mati, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia
ini. Amal baik akan membawa kebahagiaan
dan amal buruk mengantarkan pada kesengsaraan.
Termasuk faktor yang membuat banyak manusia lalai dari dari kematian
dan hari akhirat adalah karena disibukkan dengan urusan dunia. Memang, dunia menawarkan banyak
kenikmatan. Hawa nafsu tentunya ingin
merasakan semua kenikmatan itu, meski kadang-kadang dengan melanggar larangan
Allah. Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ
النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi
perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi
perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Perbuatan-perbuatan haram yang
mengantar pada neraka terlihat nikmat karena memang hawa nafsu
menyukainya. Akan tetapi ibadah yang
mengantarkan pada surga terasa berat oleh sebagian manusia karena memang ia
diliputi dengan hal-hal yang dibenci hawa nafsu yang selalu ingin santai.
Manusia berlomba-lomba mengejar
dunia dan melupakan akhiratnya. “Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal.” (QS. Al
A’laa: 16-17).
Padahal,
tahukah kita nilai dunia dalam pandangan Allah subhanahu wa ta’ala?
Jabir bin Abdillah radiallohu ‘anhu, salah seorang sahabat, berkisah,
“Rasulullah
shallahu alaihi melewati pasar sementara
orang-orang ada di sekitar beliau. Beliau melintasi bangkai seekor anak kambing
yang kecil atau terputus telinganya (cacat). Beliau memegang telinga bangkai
tersebut seraya berkata, “Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak
kambing ini dengan membayar seharga satu dirham?” Mereka menjawab, “Kami tidak
ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami perbuat dengan
bangkai ini?” Rasulullah shallahu alaihi wa sallam kemudian berkata, “Apakah
kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi milik kalian?” “Demi Allah,
seandainya pun anak kambing ini masih hidup, tetaplah ada cacat, kecil/terputus
telinganya. Apatah lagi ia telah menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka.
Beliau pun bersabda setelahnya, “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan
hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.”
(HR. Muslim no.7344)
(HR. Muslim no.7344)
Perhatikan, begitu
rendahnya dunia di hadapan Allah, bahkan lebih hina daripada daripada bangkai
kambing cacat di hadapan kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
pernah bersabda,
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا
تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ
مَاءٍ
“Seandainya dunia punya
nilai di sisi Allah walau hanya menyamai nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya
Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir seteguk airpun.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah no. 686)
(HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah no. 686)
Tapi di antara
manusia bahkan umat islam ada yang memandang bahwa dunia adalah segalanya.
Siang malam dihabiskan untuk urusan dunianya.
Dia letih berpindah dari satu tempat ke tempat lain, lelah dari satu
urusan ke urusan lain, semuanya dalam rangka mengumpulkan dunia dan harta
benda. Padahal semua yang ia kumpulkan
itu pasti dan pasti akan ia tinggalkan tatkala kematian menjemputnya.
Jika semua waktu
habis untuk dunia, mana waktu untuk Allah? Mana waktu untuk ibadah? Mana waktu
untuk amal akhirat? Kalaupun sempat berdoa, maka doanya tidak luput dari
permintaan untuk mendapatkan dunia.. Wallahul musta’an.
Sebagian kaum
muslimin memberikan waktu-waktu sisa untuk Allah. Tubuh yang sudah lelah,
pikiran yang sudah tidak lagi jernih, baru lah disempatkan untuk sholat. Sholat pun dikerjakan dengan tergesa-gesa dan
tidak khusyuk. Apakah amalan seperti ini
yang pantas dipersembahkan untuk Allah? Padahal Dia-lah yang memberikan semua
nikmat ini untuk kita..
Ini bukan berarti kita tinggalkan dunia sepenuhnya, namun kita mencoba
untuk bersikap terhadap dunia secara proporsional. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ
الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا
أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” [Al Qashash : 77].
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di,
menjelaskan dalam tafsirnya tentang ayat ini: “Yaitu, kami tidak
memerintahkanmu supaya menyedekahkan seluruh hartamu sehingga kamu menjadi
terlantar. Namun bersedekahlah untuk kemaslahatan akhiratmu dan nikmatilah
duniamu, tanpa merusak agama dan akhiratmu”
Saudaraku, jadikanlah
akhirat sebagai tujuan utama kita. Dunia hanya sarana untuk kita bisa beramal
dan memperbanyak bekal. Orang yang
menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya maka urusan-urusannya akan berantakan,
dan di akhirat ia tidak mendapatkan apa-apa.
Dari
Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang menjadikan dunia tujuan
utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan
kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia
tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah
tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan
utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu
merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya
dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“ HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi
(no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih,
dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.
Imam
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Ighotsatul Lahfaan berkata, “Orang yang
mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam
penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya,
kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir
Pembaca rahimakumulloh, kita merasakan hari-hari begitu cepat berlalu. Orang yang tahun lalu bercanda bersama kita kini telah menemui ajalnya. Mereka yang kemarin bekerja bersama sekarang telah berpindah ke alam barzakh. Mungkin amalnya banyak sehingga mereka bahagia disana, tapi boleh jadi mereka sengsara karena amalnya sedikit. Tidakkah kita sadar bahwa mungkin kitalah giliran selanjutnya yang akan menjumpai ajal? Sudah siapkah kita? Meskipun tidak siap, ajal tetap akan datang pada waktu yang sudah Allah tetapkan, tak bisa ditunda atau dipercepat. “Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya), jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun mempercepat, meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf :34).
Pembaca rahimakumulloh, kita merasakan hari-hari begitu cepat berlalu. Orang yang tahun lalu bercanda bersama kita kini telah menemui ajalnya. Mereka yang kemarin bekerja bersama sekarang telah berpindah ke alam barzakh. Mungkin amalnya banyak sehingga mereka bahagia disana, tapi boleh jadi mereka sengsara karena amalnya sedikit. Tidakkah kita sadar bahwa mungkin kitalah giliran selanjutnya yang akan menjumpai ajal? Sudah siapkah kita? Meskipun tidak siap, ajal tetap akan datang pada waktu yang sudah Allah tetapkan, tak bisa ditunda atau dipercepat. “Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya), jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun mempercepat, meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf :34).
Meski lari ke ujung dunia atau
bersembunyi di balik benteng kokoh sekalipun, kematian tak dapat dihalangi. Katakanlah: “Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan
menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.”
(QS. Jumu’ah: 8)
Mari kita jadikan ingat mati sebagai pelecut
motivasi kita beramal di dunia ini. Dengan amalan yang ikhlas hanya mengharap
wajah Allah, dengan amalan yang mengikuti contoh Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam.
Mumpung masih ramadhan. Mari kita tingkatkan amal. Kita jadikan ramadhan tahun ini sebagai
momentum perubahan besar dalam hidup kita. Momentum perubahan orientasi, dari
orientasi dunia menuju orientasi akhirat. Renungkan kembali tujuan kita hidup,
apakah untuk dunia yang sementara ataukah untuk akhirat yang abadi?
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita
semua.
.: Risaluddin Syam :.
Jonggol, 9 Ramadhan 1437/14-6-2016 @ 11.12
0 komentar:
Posting Komentar