Bismillahirrahmanirrahim
Dari mana saya tahu KSU?
King Saud University atau KSU, pertama kali kudengar nama kampus ini sekitaran tahun 2010an. Saat itu saya berada di bangku kuliah sekitaran semester 3 atau 4. Salah seorang senior saya di kampus, diinformasikan baru saja kembali dari Arab Saudi. Beliau kabarnya kuliah di KSU, namun pulang ke Indonesia dan tidak melanjutkan pendidikannya sampai selesai. Sepertinya inilah pertama kali saya mendengar nama kampus ini.
Tidak seperti kampus-kampus lain di negeri-negeri Arab yang sudah sering saya dengar sebelumnya seperti Universitas Al Azhar atau Universitas Islam Madinah, KSU yang ternyata termasuk salah satu kampus terbaik di Arab Saudi belum pernah kudengar namanya.
Pada tahun 2011 salah satu senior saya yang lain juga lulus dan diterima di jenjang magister di KSU. Dari sini mulai muncul ketertarikan saya lebih dalam tentang kampus ini. Apalagi konon katanya kuliah di Arab Saudi mudah untuk menunaikan haji, apalagi umroh. Lalu mulailah saya mencari tahu sedikit-sedikit. Tapi keterbatasan internet kala itu membuat saya tidak terlalu mencari lebih jauh, Cuma sekedarnya saja. Apalagi saat itu saya pun masih disibukkan dengan jadwal kuliah dan aktifitas di lembaga dakwah yang padat.
Mengapa saya tertarik ke KSU
Sekitaran tahun 2012, saat itu saya sudah mulai berpikir mau melanjutkan pendidikan di mana setelah S1 selesai? Kembali teringat akan kampus KSU ini. Maka kembali saya mulai lagi berselancar di dunia maya alias browsing. Sedikit demi sedikit tambahan informasi saya temukan. Banyak hal-hal yang membuat saya semakin tertarik untuk berkuliah di KSU, di antaranya kesempatan untuk mudah berhaji dan umroh. Yah, sangat betul kita sebagai muslim begitu rindu untuk menunaikan ibadah haji, rukun islam kelima. Apalagi di Indonesia butuh waktu yang sangat lama untuk antri bisa melaksanakan haji. Selain itu, saya mendengar bahwa kuliah di Saudi, termasuk di KSU, mahasiswa bebas biaya bahkan dapat beasiswa bulanan plus tiket pulang kampung tiap tahun. Belum lagi kesempatan bisa belajar bahasa Arab yang terbuka lebar jika kita menjadi mahasiswa di Saudi. Satu hal lain yang membuat saya juga tertarik adalah waktu itu saya dengar bahwa kuliah di Saudi menerapkan sistem terpisah antara mahasiswa dan mahasiswinya, ini hal yang benar-benar saya impikan. Saya sebenarnya tidak betah saat itu berkuliah di kampus yang mana tiap hari saya harus berinteraksi dengan lawan jenis paling tidak interaksi di dalam kelas saat harus presentasi. Saya juga mendengar kalau kuliah di Saudi, mahasiswa dan dosennya akan berhenti untuk solat berjamaah jika waktu solat sudah masuk. Pernah suatu kali saya ditegur dosen karena minta izin ke masjid untuk ikut solat berjamaah. Saya benar-benar bermimpi jika suatu saat bisa kuliah di tempat yang saya tidak lagi terhalangi solat berjamaah, bahkan saling mengingatkan untuk solat berjamaah.
Dengan alasan-alasan itu, saya anggap benar-benar perpaduan yang sempurna untuk saya berangan berkuliah di KSU.
(Belum) Mulai persiapan
Waktu berlalu, tekad dalam dada untuk kuliah di KSU terus tertanam. Tapi belum ada aksi nyata mewujudkannya, hanya sebatas angan. Tahun 2013 berlalu dan juga tidak aksi nyata padahal saya sudah berada di akhir kuliah S1 saya. Di tahun 2013 ini juga, dua kawan saya ada yang lulus ke KSU untuk masuk kelas persiapan bahasa (Ma’had Lughoh). Hal ini kembali memperbesar minat saya untuk lanjut ke KSU.
Di tahun 2014, tepatnya di Bulan Maret, saya memulai langkah pertama. Saat itu rasanya kuliah di KSU hanyalah sebuah angan yang kemungkinannya sangat kecil untuk bisa terwujud. Bagaimana tidak, saya belum tau apa syaratnya, bagaimana cara daftarnya, mau tanya siapa… sama sekali saya tidak tahu. Yang saya tahu hanyalah; kalau mau keluar negeri harus ada passport. Maka saya bersama salah satu kawan ikhwah sama-sama mengurus passport di Imigrasi Makassar. Dalam 2 pekan passport sudah jadi, Alhamdulillah.
Kami buat passport hanya sekedar langkah awal yang tidak jelas apa langkah selanjutnya. Tekad dalam dada hanya sekedar “mau kuliah di Saudi” tapi belum ada gambaran jelas dan himmah yang kuat untuk mewujudkannya. Alhasil, “hanya” doa yang dipanjatkan. Itupun dengan setengah serius, karena tidak mengira bahwa suatu saat ternyata akan jadi kenyataan. Begitulah kekuatan doa. Setelah passport jadi, passport pun disimpan dan tidak ada kejelasan apakah passport ini akan digunakan atau tidak. Itulah langkah awal yang tidak ada langkah keduanya.
(bersambung)
King Saud University, Riyadh - Sakan Thullab - Mabna 32 lantai 4
di Kamar Ust Abu Ady (Penulis Buku Anak)
Cari Inspirasi, karena kalau menulis di Kamar sendiri tulisan ini tidak akan
jadi
0 komentar:
Posting Komentar