Sebanyak apa pun engkau memiliki harta, engkau tak akan mampu
menyatukan dua hati yang berpecah.
Bahkan jika engkau menginfakkan semua isi dunia untuk menyatukan dua
hati itu, engkau pun tetap tak akan mampu.
Allah telah berfirman dalam surah Al-Anfaal ayat 63:
“dan Dia (Allah) yang Mempersatukan hati
mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan)
yang
berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka,
tetapi Allah telah Mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha
Bijaksana”
Manusia telah Allah ciptakan dengan
segala pernak-pernik sifat yang dibawanya.
Di antaranya ada yang baik dan sebagiannya kurang baik. Di antaranya sifat yang kurang baik itu
adalah sifat egois dan individualistis.
Sifat ini-jika diperturutkan- akan menghambat proses kematangannya
sebagai hamba Allah. Oleh karena itu,
Allah-dengan kemahasempurnaan-Nya- ‘azza wa jalla telah mengutus nabinya
shallallohu ‘alaihi wa sallam untuk menyatukan hati-hati manusia yang
bercerai berai di atas ‘lem’ keimanan.
Dalam salah satu hadits yang masyhur, beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia” [ HR. Al Bazaar ]
Seakan-akan beliau hanya diutus
untuk permasalahan akhlak semata. Namun
tentu tidak seperti itu. Hadits itu
menunjukkan begitu penting dan agungnya masalah akhlak. Tentu, orang yang berakhlak mulia akan
disukai oleh orang lain yang ada di sekelilingnya. Sebaliknya, si buruk akhlak akan dijauhi dan
dicemoohi.
Akhlak yang baik dalam pergaulan
akan menumbuhkan semangat berukhuwah yang tinggi. Ukhuwah yang kuat inilah sebenarnya yang
menjadi momok yang menakutkan bagi musuh-musuh islam. Mengapa hari ini umat islam yang jumlahnya
1,5 milyar lebih begitu mudahnya diinjak-injak oleh bangsa Yahudi yang jumlahnya
tidak mencapai 10 juta??? Ukhuwah.
Itulah jawabnya. Ukhuwah yang
sangat renggang antar sesama muslim hari ini sudah sampai pada taraf ‘siaga 1’
bahkan ‘Waspada’. Akibatnya, musuh-musuh
islam dengan gampangnya mencaplok umat ini.
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَ…ّى
Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu
anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan
demam.
(HR. Muslim)
Makan; Sarana Mempererat Ukhuwah
Banyak jalan untuk menjalin ukhuwah. Salah satunya ketika makan. Saat-saat makan bisa menjadi momen penting
untuk membangun ukhuwah. Bagaimana
caranya? Tentunya dengan menjalankan
sunnah nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam. Di antara sunnah Nabi kita dalam makan yang
bisa menjalin ukhuwah yaitu:
1.
Makan Berjamaah
Bukanlah yang kita
maksud makan berjamaah yaitu makan dengan aba-aba dari seorang komandan
sebagaimana sholat berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam. Makan berjamaah yang kita maksud adalah
memakan hidangan dari satu wadah. Ini
adalah cara jitu merekatkan ukhuwah yang meregang akibat banyaknya
gesekan-gesekan yang terjadi. Teknisnya,
makanan diletakkan dalam satu wadah, apakah itu piring atau nampan, kemudian
wadah tersebut dikelilingi dan makanan di atasnya disantap bersama. Mak
nyuss… Jijik, itulah tanggapan
sebagian orang yang belum merasakan nikmatnya makan berjamaah. Mereka juga berargumen perbuatan tersebut
jorok dan bisa menimbulkan sakit perut. Wallahi,
sudah sejak lama kami melakukan makan berjamaah di tempat kami bersama para ikhwah
namun tak pernah ada satu pun di antara kami yang sakit perut disebabkan makan
berjamaah. Nah, berani coba??
Nabi bersabda..
فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه يبارك لكم فيه
Artinya
: "Berkumpulkan ketika makan dan bacalah nama Allah maka Allah akan
memberkati kalian dalam makanan itu." (HR Abu Daud dan Ahmad)
Jika saja ada istilah
sepiring berdua, maka di masjid kami istilahnya adalah SENAMPAN BERLIMA. Ya, karena kami makan
menggunakan nampan.
Mungkin, ada yang
mengatakan kami jama’ah tabligh. TIDAK.
Ini adalah sunnah yang hari ini sudah sangat banyak ditinggalkan kaum
muslimin. Di tempat kami yang tidak
seberapa mewah ini, kami mulai mencoba menghidupkan sunnah ini. karena kami
adalah pejuang dakwah. Dengan pengamalan
sunnah, dakwah kami akan dimudahkan oleh Allah, Insya Allah.
2.
Makan Sambil Bercengkrama
Saat makan, kita
disunahkan untuk memecah ‘kekhusyukan’ dengan bercengkrama ringan, sebaiknya
perbincangannya dalam hal-hal yang bermanfaat atau saling menasihati. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi kita yang
mulia, dimana saat makan pun beliau masih memberikan nasihat kepada seseorang
yang makan dengan tangan kiri agar makan dengan tangan kanannya.
Sebagian orang mungkin
beranggapan bahwa tidak boleh berbicara sambil makan karena khawatir ‘keselek’. Tidak.
Makanya, ketika makan, jangan masukkan makanan sepenuh mulut. Cukup ala kadarnya,
dikunyah dengan lembut dan tidak tergesa-gesa sambil berbincang-bincang ringan.
Dengan berbincang ringan saat makan, ukhuwah akan semakin rekat. Masyaa Allah, alangkah indahnya agama
yang mengajarkan hal ini.
3.
Menjilatkan tangan
saudara kita
Nabi shallallohu
‘alaihi wa sallam bersabda
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمُ الطَّعَامَ فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا وَ لَا يَرْفَعَ صَحْفَةً حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا، فَإِنَّ آخِرَ الطَّعَامِ فِيْهِ بَرَكَةٌ
"Apabila salah
seorang kamu makan makanan, janganlah dia mengelap tangannya hingga
menjilatinya atau meminta orang menjilatinya. Dan janganlah dia mengangkat
piringnya hingga menjilatinya atau meminta orang untuk menjilatinya., karena
pada makanan terakhir terdapat barakah." (HR. Bukhari no.
5465)
Luar biasa, jika kalian tidak mau menjilat maka
suruh saudaramu menjilatkannya.
Jijik. Itulah yang ada dalam
benak sebagian orang ketika mendengar hal ini.
Sekali lagi tidak. Justru ini
menunjukkan penghargaan islam yang begitu tinggi terhadap rizki Allah berupa
makanan. Jangan sebiji nasi yang melekat
di piring, bahkan secuil makanan yang melekat di jari pun harus kita
bersihkan(jilat,red) agar makanan tersebut tidak terbuang sia-sia lalu jatuh
dan mengalir di selokan-selokan, bergabung dengan kotoran menjijikkan yang
lain. Membuang-buang rizki Allah lalu
membiarkannya jatuh ke selokan, bukankah itu bentuk kufur nikmat??? Di sisi lain, boleh jadi makanan yang melekat
di jari kita disitulah berkah makanan itu menempel.
Jika engkau tidak
mampu menjilatnya, maka suruhlah saudaramu menjilatnya. Dua jempol buat ikhwan yang bisa melakukan
hal ini. Tapi sejauh pengamatan dan
pengalaman saya, belum ada ikhwah yang pernah menjilatkan atau dijilatkan. Yah, tidak mengapa. Nanti praktikkan saja sunnah ini dengan
istrimu (jika sudah menikah kelak), heheh..
Jika dilakukan bersama ikhwah tentunya ukhuwahnya akan semakin
terjalin. Jika dilakukan bersama
pasangan, tentu akan manambah keharmonisan, heheh…
Rasanya inilah sejumput tulisan
yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini.
mudah-mudahan kita bisa mengambil faidahnya. Jika ada kekeliruan, kami mohon
kritikannya. Assalamu’alaikum.
Makassar, 17 Mei
2012
Di salah satu sisi
Masjid Mush’ab bin Umair FT UNM
0 komentar:
Posting Komentar