Pages

Labels

Jumat, 23 Mei 2014

Berbakti VS Istiqomah


Oleh : Abu Muhammad

Di sebuah negeri antah berantah..

Seorang anak manusia melanjutkan pendidikan di sebuah kota, sebut saja kota M.  Di kota tersebut ia belajar di sebuah perguruan tinggi.  Ia juga diajak masuk bergabung di sebuah lemabaga dakwah di kampusnya.  Bak gayung bersambut, dengan senang hati ia bergabung. 


Waktu terus berlalu dan ia pun tahu dan sadar setelah aktif mengikuti kajian-kajian islam, bahwa kini ia telah mendapatkan hidayah dari Allah untuk mengenal manhaj (jalan) yang benar dalam berislam, yakni berislam sesuai tuntunan rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta berdasarkan pemahaman para salafusshalih.  Ia telah berbahagia dengan kehidupannya bersama kawan-kawannya sesama aktifis di kota M tersebut.

"Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213)
 
Beberapa tahun berlalu, tak terasa kini ia telah menyelesaikan studinya.  Gelar sarjana telah diperolehnya.  Sebagaimana anggapan dan kebiasaan banyak orang, “pulang kampung” adalah hal yang “wajib” bagi mereka yang telah sarjana.  Disinilah dilema itu muncul.  Ia tahu betul bahwa kondisi “kampung”nya tidak kondusif untuk menjaga keimanannya. Padahal di Kota M, ia cukup bisa mempertahankan stabilitas keimanannya.  Di Kota M, banyak kawannya sesama aktifis, pun banyak tersebar kajian-kajian keislaman.  Namun di sisi lain, ia juga paham bahwa birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) adalah amalan yang agung pahalanya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.  Jika ia ingin birrul walidain secara langsung berarti ia harus pulang kampung dan itu berarti akan mengancam keistiqomahannya.  Apalagi, kini orang tuanya telah berharap besar bahwa ia segera pulang kampung.

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8]
 
Ia sebenarnya telah menyusun rencana kehidupannya di kota M, rencana kehidupan dunia dan akhirat.  Ia kini bingung, haruskah ia “banting setir”?  Yah, di kampungnya mungkin dijanjikan banyak hal duniawi, di samping ia juga bisa menyenangkan kedua orang tuanya.  Namun di sisi lain, ia takut bahwa ia tidak bisa istiqomah dan ia khawatir jangan sampai hidayah yang Allah berikan padanya akhirnya dicabut.  Sebenarnya ia merasa kurang PD untuk pulang kampung.  Pun, kalau ia mesti pulang, ia harus berdakwah.  Yah, dengan dakwahlah ia bisa istiqomah.  “Metode pertahanan terbaik adalah menyerang”.  Kini, ia sedang menunggu takdir terbaik dari Allah untuknya.  Semoga Allah memudahkan langkahnya untuk bisa istiqomah dan juga berbakti kepada orang tuanya.  Semoga Allah memberinya taufik untuk bisa menjejakkan kakinya di surga. 

Di atas kapal Feri, Kamis, 16 Rajab 1435/15 Mei 2014)

0 komentar:

Posting Komentar