.: Syaikh Abu Utsman Kamal
an-Najjar al-Yamani
.: Sabtu, 21 Dzulqo’dah 1436/05.09.2015
.: Kitab -Bahjah Qulubil Abrar-
.: Hadits 25 –Shalatlah Sebagaimana Aku Sholat-
"...Rasulullah menyuruh kita melakukan sholat sebagaimana sholat beliau.
Bukan sholat ala bapak kita, atau karena mengikuti madzhab atau guru kita. Akan tetapi, kita sholat sebagaimana tuntunan
Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam..."
الحديث الخامس والعشرون
عن مالك بن الحويرث t قال: قال
رسول الله r {صلوا
كما رأيتموني أصلي، وإذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم، وليؤمكم أكبركم} ([1])
متفق عليه.
Artinya:
Dari Malik bin Harits radhiallohu ‘anhu
beliau berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat. Jika waktu sholat sudah masuk maka hendaklah
salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan dan hendaklah yang paling kabir
di antara kalian menjadi imam (HR. Bukhari Muslim)
PENJELASAN
Hadits ini
mengandung 3 jenis hukum.
Yang Pertama,
tentang Sholat. Berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Shollu kama roaitumuuniy
usholli” (sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat)
Yang kedua,
tentang adzan. Berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Jika waktu sholat sudah masuk maka hendaklah salah seorang di antara
kalian mengumandangkan adzan”.
Yang ketiga,
tentang imam, Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
“dan hendaklah yang paling kabir di
antara kalian menjadi imam”.
Pertama..
Rasulullah menyuruh kita melakukan sholat sebagaimana sholat beliau.
Bukan sholat ala bapak kita, atau karena mengikuti madzhab atau guru kita. Akan tetapi, kita sholat sebagaimana tuntunan
Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana cara beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, beliau mendekatkannya ke
kedua telinganya. Bagaimana beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dadanya.. begitu juga dengan
rukuk beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dilakukan dengan meratakan
punggungnya. Begitu juga dengan
sujudnya, beliau menjauhkan lengannya dari perutnya, dan beliau melarang sujud
seperti gaya anjing. Dan lain
sebagainya. Rasulullah telah menjelaskan
tata cara sholat, dengan perkataan dan perbuatan. Bahkan beliau pernah sholat di atas mimbar
agar manusia bisa melihat cara sholat beliau.
Maka sepantasnya seorang penuntut ilmu memiliki dan mempelajari buku
Sifat Sholat Nabi karya Syaikh Al-Albani rahimahulloh. Jika ia tidak mampu membacanya, maka para
ulama berkata bahwa hendaknya ia melihat cara sholat gurunya(yang sudah
mempelajari sifat holat nabi). Bagaimana
sujudnya, bagaimana ia meletakkan tangannya saat sujud. Memperhatikan cara sholat guru ini dilakukan
jika ia tidak bisa memahami hadits-hadits tentang sholat.
Kedua, tentang adzan
Jika sudah
masuk waktu sholat, hendaknya salah satu dari kita mengumandangkan adzan. Adzan hukumnya wajib, berdasarkan pendapat
yang paling kuat. Dalilnya tentang
wajibnya adzan adalah hadits ini - “Fal yuadzdzin”. “Lam” disini adalah Lam lil amr (lam
yang menunjukkan perintah) yang mana lam amr ini menunjukkan wajib. Adapun wajibnya, maka wajib kifayah. Jika sudah dilakukan satu orang, maka sudah
menggugurkan kewajiban orang yang lainnya.
Para ulama
berkata, jika sebuah kampung tidak ada yang mengumandangkan adzan maka perangilah
mereka sampai mereka menegakkan syiar ini (adzan).
Afdholnya
adzan
Dan afdholnya,
dalam satu masjid ada satu atau dua muadzin saja. Bukan 10 atau 20. Lihatlah rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, di masjidnya hanya ada dua muadzin: Abdullah bin Ummi Maktum
–yang biasa bertugas untuk adzan kedua- dan Bilal. Namun pada asalnya,
Bilal-lah muadzin utama.
Jika hanya ada
satu muadzin, maka ia benar-benar akan memperhatikan masalah adzan ini. Berbeda jika muadzinnya ada 10 –yang sering
berbeda dalam menentukan waktu adzan-.
Beginilah seharusnya masjid ahlussunnah, hanya memiliki satu
muadzin. Dialah yang memperhatikan
masalah pengeras suara, masalah perlengkapan masjid dan lain sebagainya. Dan perhatikan pahalanya, dan pahala
–sebagaimana kata para ulama- tidak akan diperoleh kecuali muadzin yang
benar-benar memberikan perhatian pada waktu-waktu sholat. Jika sudah masuk waktunya, ia segera adzan
tanpa menunda-nunda. Maka siapa di
antara kita yang ingin memperoleh kebaikan ini?
Ketiga, tentang imam..
“Wal yaummukum akbarukum” (hendaklah yang menjadi imam adalah yang
paling kabir).
Perkataan rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini bisa
dipahami dari hadits lain, “Yang menjadi Imam suatu kaum adalah yang paling
banyak bacaan(hapalannya) terhadap Al-Quran”.
Jika kita melakukan safar, dan masuk waktu sholat, siapa yang lebih
pantas menjadi imam? Bukanlah yang
paling tua, tapi yang paling banyak hapalan qur’annya(paling bagus
bacaannya). Jika semuanya penghapal
quran, maka yang didahulukan adalah yang paling paham tentang islam. Jika semuanya sama dalam tingkat pemahaman
terhadap islam, maka dilihat usianya, siapa yang paling tua maka dialah yang
berhak jadi imam. Seperti inilah
urutannya.
Demikian itu yang dipahami dari hadits “Wal yaummukum akbarukum”.
Yang adzan, dialah yang iqomat
Yang melakukan
adzan hendaklah dia juga yang iqomat.
Karena Bilal radhiallohu ‘anhu, dialah yang biasa adzan dan dia
pulalah yang iqomat.
Mungkin saja
imam telah berpesan kepada muadzin untuk mengakhirkan iqomat (karena ada
udzur). Tapi tiba-tiba datang orang lain yang langsung iqomat, padahal dia
bukanlah muadzin. Itulah pentingnya, ada
seorang muadzin khusus pada tiap masjid.
Transcript and
translate: abdullah@1436
0 komentar:
Posting Komentar