CATATAN
PENGAJIAN KITAB MINHAJUL QOSHIDIN
MALAM SELASA, 3
RABI’UL AKHIR 1435H/3 FEBRUARI 2014
MASJID NUR
AKHLAK PASAR HARTACO, TAMALATE
UST. HARMAN TAJANG,LC.
4 tingkatan tharahah:
1.
Membersihkan yang
sifatnya dzohir daritubuh kita berupa hadats, najis atau kotoran yang keluar
dari tubuh kita atau yang mengenai tubuh kita
Kotoran dari hewan yang halal dimakan dagingnya, maka itu
thohir(suci).
Air seni unta tidak mengapa diminum, bahkan bisa jadi obat
sakit perut.
2.
Membersihkan diri
dari dosa-dosa dan kemaksiatan.
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada kita untuk senantiasa
membersihkan diri sebagaimana dalam al-Qur’an surah al-Muddatstsir.
Ketika Allah subhanahu wa ta’ala ingin membersihkan seorang hamba dari
dosa-dosanya, kata para ulama ada 3 cara Allah subhanahu wa ta’ala untuk itu:
a. Allah subhanahu wa ta’ala memberinya petunjuk
Syarat tobat:
·
Menyesali
·
Meninggalkan dosa tersebut
·
Bertekad untuk tidak
mengulangi dosa tersebut
Ada dua syarat lain yang ditambahkan oleh para ulama:
·
Ikhlas karena Allah
·
Sebelum yagharghir
(nyawa sudah sampai di tenggorokan) dan sebelum matahari terbit dari barat
Jadikanlah istighfar sebagai
kebiasaan kita. Terkadang setan
memberikan syubhat kepada kita untuk tidak usah bertobat karena ‘hanya
mempermain-mainkan Allah subhanahu wa ta’ala ’.
Jangan kita memudah-mudahkan
dosa dengan terus beranggapan “Allah subhanahu wa ta’ala mahapengampun”. Memang, Allah Mahapengampun, namun jangan
sampai kita mati dalam keadaan bermaksiat
b. Dengan amalan-amalan shalih
“innal hasanaati yudzhibna
as-sayyiaat”
(Sesungguhnya kebaikan itu
menghapuskan keburukan-keburukan”
Sebagian salaf ketika mereka
melakukan dosa maka mereka melakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh sebagai
kaffarah atas dosa-dosanya.
Nabi@ bersabda : Wa atbi’I
as-sayyiatil hasanaata, tamhuuhaa
c. Dengan musibah yang Allah subhanahu wa ta’ala timpakan kepada suatu kaum
“Walanabluannakum bisyai’in
minal amwaali wal anfusi wats tsamaraat” (QS. Al-Baqarah)
Allah subhanahu wa ta’ala akan menguji kita dengan sedikit (syai’)
ujian. Mengapa sedikit? Karena musibah di dunia ini tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan musibah akhirat.
Imam Ahmad mengatakan bahwa kita baru
terlepas dari musibah saat sudah melewati shirat. Kematian bukanlah akhir dari musibah, tapi
awal dari musibah.
Musibah yang paling besar adalah musibah
yang menimpa agama kita. musibah dunia hanya di dunia, bahkan itu adalah kaffarah. Adapun musibah pada agama kita akan berlanjut
sampai di akhirat.
Sebagai ummat islam, kita tidak
boleh meminta musibah kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Tapi kita minta kepada Allah subhanahu wa
ta’ala pemaafan dan keselamatan.
Boleh beralasan dengan ‘takdir’
atas sesuatu yang telah terjadi. Namun sebelum terjadi, jaga diri kita agar
tidak terjatuh dalam keburukan.
Nafsul Lawwamah adalah
jiwa yang selalu menyesal atas keburukan yang ia lakukan di masa lalu.
3.
Membersihkan hati
dari akhlak yang tercela
Dari iri, dengki, dendam. Ini butuh latihan. Dunia ini sudah sempit, maka jangan sampai
kita sempitkan lagi dengan penyakit-panyakit hati.
4.
Membersihkan jiwa
dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Inilah tingkatan tertinggi dan puncak ketakwaan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala . Kita
tidak peduli dengan pujian orang yang memuji dan celaan orang yang mencela
selama Allah subhanahu wa ta’ala ridho kepada kita.
0 komentar:
Posting Komentar