Pages

Labels

Rabu, 12 Desember 2012

SAUDARAKU,BELUM DATANGKAH SAATNYA?

Pada era globalisasi seperti saat ini, kebanyakan manusia telah menyeleweng dari tujuan ia diciptakan oleh Dzat yang Maha Menciptakan.  Menyebarnya bid’ah, syirik, khurofat, pembunuhan, perampokan, korupsi, pergaulan bebas,  dan segudang permasalahan lainnya seakan sudah menjadi hal yang biasa-biasa saja ketika kita mendengarnya.  Bentuk-bentuk penyelewengan ini jika terus menerus terjadi maka akan menjadi alasan bagi Allah untuk mengadzab dan menyiksa kita, jika kita tinggal diam dan membiarkannya.

Saudaraku, mungkin kita termasuk satu di antara pelaku-pelaku pelanggar itu.  Jika demikian, secara tidak sadar kita sedang ‘mengundang’ datangnya adzab Allah ke bumi yang kita pijak ini.  Tidaklah satu musibah pun yang terjadi di atas muka bumi ini kecuali akibat dari dosa dan maksiat yang dilakukan oleh manusia.  Ali bin Tholib radhiallohu ‘anhu berkata ““Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.”

Perkataan Ali ini sejalan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: 

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(QS. Asy Syuraa: 30)

Saudaraku, kita adalah gudang dosa dan maksiat.  Janganlah kita menganggap diri kita suci.  “Maka janganlah kalian menganggap diri kalian suci” (QS. An-Najm:32).  Allah, rabb kita yang Maha mengetahui melarang kita menggap diri kita ini suci.  Alah tidak senang dengan orang menggap suci dirinya.

Saudaraku, mari kita renungi dosa-dosa kita.  Sebagai contoh, sewaktu kita menonton TV betapa banyak tontonan yang seharusnya tidak kita tonton.  Aurat-aurat wanita diperlihatkan.  Adegan-adegan merusak akhlak pun jadi sajian utama.  Dan kita saksikan itu semua. Sadar atau tidak sadar, itu adalah dosa.  Bukankah Allah ‘azza wa jalla yang telah memberikan kepada kita nikmat mata telah menjelaskan “aturan pemakaian”nya?  Bahwa pandangan ini seharusnya kita tundukkan dan tidak dibiarkan ‘jelalatan’ kemana-mana yang Dia subhanahu wa ta’ala telah jelask dalam QS. An-nur ayat 30-31:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.  Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kaki-nya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung”

Allah telah memberikan nikmat tanpa batas.  Hitunglah, maka kita pasti dan pasti tidak akan mampu menghitungnya.  Dan jika kamu menghitung nikmat Allah maka pasti kamu tidak akan mampu menghitungnya” (QS. Ibrahim:7).  Sebanyak itu nikmat Allah terkadang membuat sebagian dari kita mendustakan dan memaksiati Allah sebanyak itu pula.  Padahal Allah memberikan semua nikmat itu agar kita syukuri dan kita memanfaatkannya untuk beribadah kepada Allah.  Alangkah tak tahu berterima kasihnya kita.  Allah memberi nikmat namun kita justru memanfaatkan nikmat tersebut untuk mendurhakainya.

Allah memberikan kepada kita dua kaki, yang seharusnya kita gunakan untuk melangkah menuju masjid justru kita langkahkan ke diskotik, bar dan klub malam.  Dua tangan juga Allah berikan kepada kita agar kita manfaatkan beribadah dan bekerja secara halal namun justru kita gunakan untuk mencuri dan merampas hak orang lain.  Lisan yang sempurna tak lupa Allah karuniakan kepada kita untuk kita gunakan berdzikir di setiap keadaan.  Namun, lagi-lagi kita gunakan untuk mencibir, mencaci, menghina dan memfitnah orang lain.  Bagaimana dengan nikmat-nikmat Allah yang lain, apakah kita gunakan juga dalam hal-hal yang mendurhakai Allah? Na’udzu billahi min dzaalik(kita berlindung kepada Allah dari hal itu).

Saudaraku, wajar jika kita berbuat salah.  Kita manusia biasa.  Rasulullah @ juga sejak jauh-jauh hari telah mengisyaratkan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan dosa.  Namun begitu, Allah selalu membukakan pintu taubat buat kita selama belum terjadi dua hal, sebelum matahari terbit dari barat dan sebelum nafas sudah sampai di tenggorokan. 

Nah, saat ini kita masih bernapas dengan tenang -dan ini termasuk nikmat yang besar dari Allah azza wa jalla-  dan matahari pun masih terbit dengan indah di sebelah kiri.  Sekarang masih ada waktu bertobat, jangan ditunda lagi wahai saudaraku tercinta.

Pernahkah kita mendengar kisah Fudhail bin ‘Iyadh?  Seorang ulama besar islam yang namanya terukir indah dengan tinta emas dalam kitab-kitab sejarah.  Beliau seorang yang lembut hatinya, amat besar rasa takutnya kepada Allah dan juga ahli ibadah serta sederet akhlak dan amalan terpuji lainnya.  Torehan ini akan terus dikenang umat islam hingga langit ini runtuh(kiamat).  Tahukah kau wahai saudaraku akan kisah hidupnya?  Apakah ia terlahir langsung jadi ‘alim?  Ataukah hidupnya ‘lurus’ sejak beliau kecil.  Tidak! Bahkan beliau adalah mantan penyamun (perampok) terkenal yang ditakuti.  Namun saat hidayah Allah menyapa maka tak seorang pun yang mampu menahan-Nya.  Fudhail bin ‘Iyadh bertobat setelah ia mendengarkan ayat Allah dalam QS. Al Hadid ayat 16:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ -١٦-

Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
Belum tibakah masanya? Ayat ini membuat Fudhail tersentuh dan terkenang atas semua kezoliman dan dosa-dosanya di masa lalu yang mengantarkannya pada satu jalan: Bertaubat dan kembali kepada Allah.  Hari itu pula ia memulai jalan hidupnya sebagai orang yang bertaubat dan ia ikhlas dalam pertaubatannya.  Ia perbaiki hubungannya dengan Allah dan kepada manusia hingga jadilah ia seperti Fudhail bin ‘Iyadh yang kita kenal saat ini.

Saudaraku, mari kita bertaubat.  Takutlah kita akan adzab Allah jika kita terus menerus dalam kesalahan.  Adzab Allah begitu keras dan tak akan mampu kita bersabar menanggungnya.   Selama ini banyak dosa dan kelalaian yang kita lakukan.  Banyak larangan Allah yang kita terjang, ribuan perintah kita abaikan.  Masih ada waktu untuk kita bertaubat.

Belumkah datang saatnya untuk kita kembali kepada Allah?  Mari kira berlari kepada-Nya, mengejar ketertinggalan kita dari manusia-manusia seperti Fudhail bin ‘Iyadh.

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ -١٣٣-

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa”
(QS. Ali Imran : 133)

Jadikan dosa-dosa kita di masa lalu sebagai sarana untuk masuk surga.  Caranya yakni dengan menyesalinya dan berjanji kepada Allah untuk meninggalkannya secara total.  Orang yang berdosa kemudian bertobat maka ia seakan-akan tidak melakukan dosa.  Wallahu a’lam.

Abu Muhammad Risaluddin al Qolakawy
Makassar, 29 Muharram 1434H/13-12-2012

0 komentar:

Posting Komentar