Pages

Labels

Kamis, 26 Desember 2013

CATATAN PENGAJIAN KITAB AL-LU’LU’ WAL MARJAN MALAM JUMAT, 23 SAFAR 1435H/26-12-2013

CATATAN PENGAJIAN KITAB AL-LU’LU’ WAL MARJAN
MALAM JUMAT, 23 SAFAR 1435H/26-12-2013
MASJID UMAR BIN KHATTAB DPP WI, ANTANG
UST. MUHAMMAD YUSRAN ANSHAR, LC.,MA.

Pada malam jumat lalu, kita sudah mulai masuk pada bab sholat.  Kita telah masuk pada bab I dalam kitab sholat ini; yakni tentang kapan pertama kali adzan itu disyaratkan.  Dan kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa adzan baru disyariatkan di Madinah berdasarkan mimpi sahabat yang dibenarkan oleh Rasulullah@.

Pada kitab sholat ini paling tidak ada empat bab berkaitan dengan adzan.
Dalam bab ini ada satu hadits yang membahas tentang adzan.

BAB 2: PERINTAH UNTUK MENG’GENAP’KAN JUMLAH ADZAN DAN IQOMAH ITU ‘GANJIL’

Hadits 412


Hadits dari Anas bin Malik&, beliau mengatakan: Mereka waktu bermusyawarah tentang bagaimana tentang cara mengumumkan bahwa waktu sholat telah masuk.  Sebagian sahabat berpendapat untuk menyalakan api yang besar.  Sebagian lagi dengan membunyikan lonceng.  Mereka mengingat Yahudi dan Nasrani.  Lalu diperintahkanlah Bilal untuk mengumandangkan adzan dengan bilangan ‘genap’ dan iqomah dengan bilangan ‘ganjil’

Faidah:
1.      Hadits ini masih kutipan dari hadits Ibnu Umar.  Saat mereka berkumpul dan bermusyawarah.  Dalam riwayat ini disebutkan ‘api’ dan tidak disebutkan tentang ‘terompet’ sebagaimana hadits Ibnu Umar yang lalu.

Namun akhirnya, semua usulan ini ditolak karena ia telah menjadi simbol agama lain.   Naaquus telah menjadi miliki Nasrani.  Terompet menjadi simbol Yahudi.  Annaar/api telah menjadi simbol Majusi.

Nabi tidak menerima usulan seperti itu karena telah menjadi simbol agama lain. 

Maka ditetapkanlah usulan Umar bin Khattab.

2.      Jika kita mengumpulkan lafadz-lafadz adzan maka kita akan mendapati adzan itu bersumber dari dua sahabat yakni Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi dan Abu Mahzuroh.

Selain Bilal ada dua sahabat tukang adzan yakni Abu Mahzuroh alias Aus atau Samurah bin Mihyad (diperdengarkan di Makkah).  Muadzin lain yaitu Abdullah bin Ummi Maktum.

Abdullah bin Zaid tidak termasuk muadzin nabi.  Saat Nabi mendengarkan lafadz adzan sebagaimana yang disaksikan Abdullah dalam mimpinya, Nabi menyuruh Abdullah untuk mengajarkan kepada Bilal karena Bilal lebih tinggi suaranya.

3.      Riwayat lafadz kedua sahabat ini sama-sama shohih.  Namun kalau ditinjau lebih jauh, maka lafadz yang diriwayatkan Abu Mahzuroh lebih shohih.
4.      Bagaimana yang dimaksudkan adzan ‘genap’ dan iqomah ‘ganjil’.

Lafadz yang sering kita dengar saat ini adalah riwayat Abdullah bin Zaid.  Ada 15 lafadz di dalamnya.  Maksud jumlahnya ‘genap’ adalah ‘umumnya’ genap.  Meski ada satu yang ganjil yakni lafadz terakhir “Laa Ilaaha Illallaah”.

Lafadz iqomah umumnya ganjil maka disebutkan iqomah ‘ganjil jumlahnya’.

Ada yang menafsirkan bahwa “Allahu akbar allahu akbar” dan “qod qoomatish sholaah” dihitung satu sebenarnya.

Kaidah:
“Dalam menghukumi sesuatu dilihat kebanyakannya” (Al Hukmu bil Ghoolib)

5.      Bagaimana lafadz lain yang disebutkan oleh Abu Mahzhuroh?
a.      Allahu akbar (4x)
b.      Asy-syahadatain (masing-masing dua kali)
c.       At-Tarji’ (mengulangi syahadain setelah mengucapkannya);
bedanya: syahadatain pertama dengan suara yang dikecilkan dan syahadatain yang kedua lebih keras pengucapannya
Riwayat ini shohih.

Cara lain (berdasarkan riwayat Abu Mahzuuroh):
Sama dengan cara sebelumnya namun “Allahu akbar” (Cuma 2 kali)

6.      Untuk iqomah, ada dua cara yang dicontohkan:
Riwayat Abdullah bin Zaid (sama dengan yang kita sering dengarkan)
Riwayat Abu Mahzuuroh: takbir 4x, syahadatain + tarji’

Semua ini shohih.  Namun untuk cara kedua, perhatikan situasi dan kondisi.  Kalau sampai mati tidak pernah diamalkan insya Allah tidak berdosa.

7.      Satu lafadz dalam Adzan:
At-Taswiib; Ashsholaatu khoirun minannaum(2x), dan ini Cuma untuk sholat subuh
At-Taswiib ini datang dari periwayatan Abu Mahzuuroh dan Bilal.

Cuma, ada perbedaan di antara ulama kita.
Adzan berkaitan dengan sholat subuh ada dua kali (sebelum dan setelah masuk waktu subuh).

Masalahnya, kapan at-taswib ini dikatakan Muadzin? Apakah sebelum atau setelah masuk waktu subuh? Dalam hal ini ada perbedaan.

Jumhur : diucapkan setelah waktu subuh telah masuk. 
Alasan: bahwa hadits tentang ini diriwayatkan oleh Bilal, padahal Bilal adzan sebelum masuk waktu subuh.  Jawabannya(bantahan): beberapa riwayat juga menunjukkan Bilal adzan setelah masuk waktu subuh.

Sebagian ulama : diucapkan sebelum waktu subuh.  Bahkan Syaikh Al-Albani mengatakan “siapa yang mengucapkan as-sholatu khoirun minan naum setelah masuk waktu subuh maka itu adalah bid’ah” (namun pernyataan ini diingkari oleh para ulama yang lain)

Kesimpulan: At-Taswiib diucapkan setelah masuk waktu subuh.

Masalah lain:
Adzan pertama: Istilah untuk adzan itu sendiri
Adzan kedua: istilah untuk iqomah

Iqomah juga disebut adzan.  Secara umum, iqomah sama saja dengan adzan sampai ada keterangan yang menunjukkan perbedaannya.  Maka sebagian ulama menyebutkan agar kita juga menjawab panggilan iqomah.  Begitu juga dengan doanya.  Setelah iqomah juga berdoa.

Yang membedakan:
a.      dianjurkan setelah adzan tidak langsung sholat, sementara setelah iqomah langsung sholat
b.      untuk adzan dianjutkan lambat-lambat dan untuk iqomah dipercepat (maksudnya: ada waktu untuk bernapas).  Banyak ulama yang tidak sepakat dengan yang melagu-lagukan adzan seperti membaca al-qur’an.

Masalah lain:
Saat adzan, waktu mengucapkan lafadz hayya alash sholaah dan hayya ‘alal falaah, cukup memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri, bukan seluruh badan yang dipalingkan.  Untuk iqomah, tidak harus berpaling ke kiri dan ke kanan.


Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar