Pages

Labels

Jumat, 25 April 2014

Kontraktor Dakwah


oleh : Abu Muhammad

Jika kita mau membuka mata dan melihat lebih dalam, maka kita akan sampai pada sebuah kesimpulan: pekerjaan paling bergengsi dan menjanjikan masa depan adalah berdakwah!  Entah, engkau mau berpendapat apa dan bagaimana, namun inilah yang kupegangi setelah melihat perjalanan sejarah masa lalu.


Sudah tak diragukan lagi bahwa manusia paling mulia di sisi Allah adalah para nabi dan rasul.  Mereka mendapat kemuliaan dengan apa? Harta? Jabatan? Wajah elok? Tidak!  Mereka mulia karena mereka berdakwah; menyampaikan risalah ketauhidan di permukaan bumi.  Bahwa tidak ada yang berhak disembah dan dipatuhi, diibadahi kecuali Allah yang Maha Kuasa.

Sekarang kita di kampus.  Kita aktifis dakwah.  Yah, aktifis dakwah kampus.  Sebuah kenikmatan besar saat Allah memberi kita kesempatan berdakwah sambil kuliah.

Pergerakan dakwah kampus begitu mengasyikkan namun penuh lika-liku.  Banyak suka duka yang dilewati.  Kebahagiaan terbesar dirasakan saat objek dakwah (mad’u) mendapatkan hidayah dari Allahdan turut bergabung dalam barisan perjuangan.  Alangkah bahagianya, kebahagiaan yang tidak bisa terbayarkan dengan emas dan perak.  Begitulah seharusnya seorang muslim, jika ia bahagia ketika mendapatkan kebaikan, hendaknya ia juga senang saat saudaranya mendapatkan kebaikan serupa.  Laa yu’minu ahadukum hatta yuhibba li akhiihimaa yuhibba linafsih”, tidak sempurna keimanan kalian sebelum ia mencintai untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri.

Nah, sebaliknya kedukaan yang kerap dirasakan pejuang dakwah adalah tatkala belum markas perjuangan.  Markas perjuangan atau sekretariat mutlak dibutuhkan sebagai pusat gerakan dakwah.  Bukankah di awal dakwahnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjadikan rumah Arqom bin Abil Arqom sebagai pusat dakwah?  Tempat Nabi mentarbiyah para sahabat.  Itulah Darul Arqom.

Perjuangan dakwah tanpa markas akan mudah lumpuh.  Kami sudah merasakannya.  Sebuah kisah yang mengilhami kami menulis catatan ini adalah adanya sebuah jamaah dakwah (kampus) yang tidak diberi izin lagi untuk melanjutkan kontrakan yang sudah bertahun-tahun bahkan mungkin belasan tahun mereka jadikan sebagai markas dakwah.

Merekapun mencari kian kemari kontrakan baru yang kondusif.  Pekan demi pekan berlalu namun belum juga ditemukan kontrakan baru yang cocok.  Sudah banyak tawaran, namun belum ada yang kondusif.  Coba mengkredit rumah, syaratnya  panjang lagi ribet, sementara dakwah harus terus berlanjut, tak boleh terhenti walau sedetik.  Akhirnya, setelah beberapa waktu berlalu, mereka pun menemukan kontrakan baru.  Entah sudah merasa cocok atau belum, mudah-mudahan mereka bisa beradaptasi.

Bersabarlah saudaraku, beginilah perjuangan.  Kalau di dunia ini kita mesti berganti-ganti kontrakan agar dakwah tetap tegak, mari kita lakukan itu.  Jangan gengsi dan jangan malu.  “Wa innal akhirota hiya daarul qoroor”, dan akhirat adalah tempat tinggal yang sesungguhnya.  Biar ngontrak di dunia, yang penting di akhirat bisa tinggal di dalam istana pribadi yang Allah siapkan.  Sungguh, Allah tak akan menyiakan walau sebutir keringatmu yang menetes di jalan-Nya (karena mencari kontrakan dakwah-red).

Sahabat yang mulia Abu Bakar ash-Shiddiq berkata, “Ayanqushul islaamu wa ana hayyi?”, apakah (kalian mengira) islam akan redup sementara saya masih hidup?! (Tidak!).  Teruslah berjuang tegakkan agama-Nya, meski dengan mengontrak.  Sebab, kini kita sedang “dikontrak seumur hidup” sebagai tentara-Nya..

(Tidung, Makassar: Rabu, 22 Jumadal Akhirah 1435/23-4-2014 @ 07.40am)

0 komentar:

Posting Komentar