Pages

Labels

Rabu, 13 Juni 2012

Dalam Menyambut Kematian: Orang Terbagi 3, Anda dimana?

Suatu hal yang pasti diyakini oleh semua orang, baik mukmin maupun kafir.  Dialah sang maut.  Namun dengan keyakinan yang seperti itu, ternyata tidak semua manusia mempersiapkan sesuatu yang spesial untuk menyambut hari itu.  Kebanyakan manusia lalai darinya.  Dalam salah satu kaset ceramah yang pernah saya dengarkan, disebutkan ada tiga golongan manusia dalam kaitannya dengan kematian, yakni:

  1. Mereka yang lupa atau pura-pura lupa dengan kematian.  Mereka tidak senang jika kematian disebut dihadapannya.  Mereka itulah orang-orang kafir, para pengejar dunia yang tamak akan harta.  Ketika diingatkan tentang kematian kepada mereka, hal itu hanya menambah semangat mereka untuk mengumpulkan dunia.  Mereka tidak yakin akan adanya kehidupan setelah kematian.  Maka mereka menghabiskan waktunya siang dan malam untuk menikmati dunia.  Mencari, menghitung dan akhirnya mereka mati dalam gelimang dunia; menuju murka Allah. Allahul musta'an
  2. Mereka orang lalai dengan dunia namun tidak lalai dari mengingat kematian.  Namun begitu, mereka selalu ditimpa waswas karena merasa belum punya cukup bekal untuk menghadap kepada Rabb-nya. Entah sampai kapan mereka akan terus dihantui was-was.. Tapi ini lebih baik dari golongan yang pertama tadi
  3. Inilah yang terbaik.  Mereka adalah orang-orang yang menanti kematian.  Hari kematian adalah hari bahagia buat mereka.  Mereka itulah para orang shalih yang paham betul dengan hadits nabi shallallohu 'alaihi wa sallam "Dunia itu penjaranya orang beriman dan surganya orang kafir" (HR Muslim).  Kematian mereka anggap sebagai "Keluar dari penjara".  Mereka bahagia dengan kematian disebabkan karena mereka akan segera berjumpa dengan Allah azza wa jalla.  Mereka sudah sangat siap dengan kematian itu.  Mereka sudah mengumpulkan perbekalan yang banyak meskipun mereka sendiri menganggap bekal mereka masih sangat sedikit.
Akhy, contoh dari masing-masing kategori di atas sangat banyak yang bisa kita sebutkan. Jenis pertama sudah jelas.  Jenis kedua adalah kebanyakan di antara kita, kita berharap kepada Allah 'azza wa jalla agar diberi taufik untuk bisa menjadi golongan ketiga.  Adapun jenis terakhir ini adalah cerminan para salaf.  Di zaman ini, agak sulit menemukan sosok manusia jenis ketiga.

Akhy, lihatlah Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia menangis pada detik-detik terakhir kehidupannya.  Apa yang ia tangiskan? Harta? Ia tak punya harta, ia ahlussuffah.  Saat ditanya mengapa ia menangis, ia pun berkata "Alangkah jauhnya perjalanan, alangkah sedikitnya bekal".  Subhaanallah! Teladan yang agung.  Akhy, di antara kita tidak mungkin ada yang tidak mengenal Abu Hurairah, hampir di setiap hadits-hadits yang engkau baca dan engkau dengar, namanya disebut-sebut.  Beliaulah sahabat nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling banyak meriwayatkan hadits.  Pahala amal jariyahnya terus mengalir hingga hari kiamat.  Namun begitu, masih pula ia mengatakan seperti yang ia katakan tadi. 

Bagaimana dengan kita akhy? Jangankan meriwayatkan hadits, menghapal sebuah hadits lengkap dengan sanadnya pun tidak.  Dengan bekal seperti inikah kita akan menghadap kepada-Nya?  Sungguh kitalah yang paling pantas mengucapkan perkataan "Alangkah jauhnya perjalanan, alangkah sedikitnya bekal".

Waffaqoniallohu wa iyyaakum 
(al faqiir ilallooh)

0 komentar:

Posting Komentar