Pages

Labels

Sabtu, 16 Juni 2012

TAWADHU' DAN MENGHINAKAN DIRI

Kita sering mendengar istilah tawadhu' dan menghinakan diri. Keduanya sangat berbeda. Sifat tawadhu' muncul karena atas dasar ilmu dan pengetahuannya kepada Alloh عزّوجلّ dan karena pengagungan dan kecintaan kepadaNya serta kesadaran mengintropeksi terhadap aib pribadi.
Semua hal tersebut melahirkan sifat tawadhu' dalam dirinya. Hatinya tunduk kepada Alloh سبحانه و تعالي, patuh dan berserah diri serta mempunyai sifat kasih sayang kepada manusia. Ia melihat tidak mempunyai keutamaan atas orang lain dan ti-dak merasa benar sendiri atas orang lain. Akhlak semacam ini hanyalah pemberian Alloh عزّوجلّ kepada hamba-Nya yang dicintai dan yang dimuliakan serta dekat kepadaNya.
Adapun menghinakan diri adalah merendahkan dan menghinakan dirinya kepada orang lain untuk meraih bagian dan kelezatan syahwatnya. Seperti perendahan diri karyawan karena ingin mendapat sesuatu yang diinginkan dari atasannya, kepatuhan orang yang diajak maksiat kepada orang yang mengajaknya, atau kepatuhan orang yang ingin meraih bagian dunia kepada orang yang ia harapkan.
Semua ini adalah bentuk penghinaan diri dan bukan tawadhu'. Alloh عزّوجلّ hanya mencintai orang-orang yang tawadhu' dan membenci perendahan dan penghinaan diri.[1]
Imam Ahmad bin Abdurrahman al-Maqdisi رحمه الله mengatakan: "Sikap pertengahan adalah dengan tawadhu' tanpa merendahkan diri, dan ini adalah terpuji. Sikap tawadhu' yang terpuji adalah dengan berbuat adil, yaitu memberikan kepada setiap orang yang mempunyai kedudukan haknya." [2]


1.  Ar-Ruuh hlm.273, Ibnul Qoyyim
2.  Mukhtashor Minhajul Qoshidin hlm.298, Tahqiq: Ali Hasan Ali Abdul Hamid

0 komentar:

Posting Komentar