Pages

Labels

Kamis, 11 September 2014

Renungan Mengenai “Rezeki” (bagian 1)


Dikutip dari seorang ikhwan…



Sudah hamper sebulan saya berada di kota D dan sekitarnya.  Awalnya, saya sudah sangat yakin diterima di salah satu universitas di daerah B dengan beasiswa penuh, namun qoddarullah[1], “belum rezekimu nak”, begitulah kata ibuku saat kutelepon tentang berita “kegagalanku”[2].  Pasca pengumuman kelulusan, perasaan tak menentu.  Kucoba menyabarkan diri dan mengingat-ingat akan adanya hikmah yang besar di belakang hari –yang belum kutahu.  Sebenarnya, saya berpikir untuk langsung kembali saja ke S untuk menyelesaikan beberapa urusan di kota M kemudian kembali lagi ke kampong halaman untuk mendapatkan kemuliaan berbakti kepada orang tua, yang telah delapan tahun kutinggalkan demi menuntut “ilmu”[3].



Namun akhirnya, saya tidak jadi memutuskan kembali ke S saat mendengar informasi tentang dibukanya pendaftaran sebuah “tempat belajar”[4] di daerah B, tepatnya di J.  Meskipun seleksinya baru akan diadakan 3 pekan lagi, biar saya tunggu saja.  Alhamdulillah,  Allah memberikan nikmat tempat tinggal tanpa bayar[5] di kota ini.  Yaa Allah, balaslah kebaikan mereka yang berbuat baik kepada saya dengan Jannah-Mu. Aamiin.



“Allah punya rencana terbaik untukku yang belum kuketahui”, begitu gumamku dalam hati saat ku mengenang perjuangan[6] yang cukup berat hingga bisa sampai disini, untuk masuk ke universitas itu –meskipun gagal[7].  Yang paling kurasakan berat adalah saat memandang wajah ibuku yang matanya berkaca-kaca saat melepasku, ia berusaha menahan tangisnya di hadapanku.  Yaa Allah, ampunilah dosaku yang banyak menyusahkan ibuku, limpahkanlah rahmat-Mu kepada ibu dan bapakku[8].



Hikmah “kegagalan” itu, meski masih belum begitu jelas, mulai bisa kusaksikan.  Tak perlulah kusampaikan semuanya.  Dengan kegagalan itu, saya punya banyak waktu di kota D.  Disini, banyak kejadian yang sarat hikmah yang ada baiknya jika saya bagikan kepada pembaca..[9]



Depok, 16 Dzulqoidah 1435H/11 September 2014 @ 11.04am






[1] Berarti takdir Allah.  Disunnahkan membawa “qodarullah wa maa syaa’a fa’ala” saat mengalami sesuatu yang tidak sesuai harapan


[2] Dalam perspektif seorang muslim, ini bukanlah kegagalan karena kegagalan hakiki adalah ketika gagal masuk surga.  Namun ditulis “kegagalan” agar pembaca bisa memahami dengan mudah maksud dari penulis.


[3] Ilmu yang hakiki adalah ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Atsar sahabat.  Namun ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu yang bersifat keduniaan.  Ringkasnya, yang dimaksud adalah bersekolah.


[4] Maksudnya pesantren


[5] Numpang di sebuah pesantren


[6] Kata perjuangan digunakan untuk melukiskan susah payahnya


[7] Kembali ke poin nomor 2


[8] Ditulis dengan mata yang berkaca-kaca


[9] bersambung…

0 komentar:

Posting Komentar