Pages

Labels

Senin, 28 Mei 2012

Pelajaran Usai Tarbiyah; Bakso yang Berberkah

Sebagai aktifis dakwah yang telah menghibahkan diri kita kepada Rabb al ‘izzah, kita pasti akan selalu berkecimpung dalam kesibukan-kesibukan tiada henti.  Kesibukan itu adalah kesibukan mengurusi agama Allah.  Duhai, adakah kesibukan yang lebih baik dari kesibukan ini?  Sebagai da’i, kita dituntut untuk banyak belajar.  Mengilmui, mengamalkan kemudian mendakwahkannya kepada manusia serta bersabar di atasnya.
Berpindah dari satu musyawarah ke musyawarah lain, dari satu agenda ke agenda lain, dari satu majelis ilmu ke majelis ilmu yang lain menjadi kesibukan para aktifis dakwah.  Majelis ilmu paling ‘keramat’ dalam sepekan yang harus kami hadiri yakni tarbiyah islamiyah.  Bagaimana tidak, dalam tarbiyahlah kita dididik bukan hanya menjadi seorang yang saleh pada diri sendiri namun juga digembleng bagaimana menshalihkan orang lain.
***
Sore itu, seperti biasa, malam telah menjelang.  Kupacu kuda besiku melintasi jalan-jalan lebar sepanjang Makassar untuk berangkat menuju tempat tarbiyah yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalku; sekitar 7km.  Bersama seorang ikhwah, di tengah jalan kami singgah untuk melaksanakan sholat magrib di salah sebuah masjid yang kami lalui di jalanan.
Cukup padat jalanan kota Makassar malam itu.  Namun, atas izin Allah ‘azza wa jalla kami pun tiba di lokasi tarbiyah.  Saat kami tiba, di masjid tempat tarbiyah kami dikumandangkan iqomah pertanda shalat akan segera ditunaikan.
Singkat cerita, sholat isya pun berakhir.  Sembari menunggu ikhwah lain yang belum kunjung tiba, saya pun tertidur; mengamalkan sunnah Nabi untuk tidur setelah sholat isya agar bisa bangun di tengah malam (ini hanya alasan, sebenarnya saya memang mengantuk).  Tidak lama kemudian, sesosok manusia membangunkan tidur pendekku.  Oh, ternyata dia adalah teman tarbiyahku, ia membangunkanku karena sebentar lagi tarbiyah akan segera dimulai.
***
Tahsinul qira’ah mengawali tarbiyah malam itu. Bergilir se-ikhwah demi se-ikhwah hingga lima orang sudah mendapat giliran membaca al-qur’an (jumlah sebenarnya tujuh orang, namun dua orang berhalangan hadir)
Setelah tahsinul qira’ah usai…
“Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh…,” Ustadz mulai membuka majelis tarbiyah.  Pada tarbiyah malam itu beliau mengajarkan kepada kami beberapa hal.  Namun yang paling membekas di kepalaku adalah tentang dakwah fardhiyah.  Bagaimana kita bisa merebut hati orang yang akan kita dakwahi.  Di antara caranya adalah mengajaknya untuk makan di warung.
Kurang lebih satu jam tarbiyah kami berjalan sebelum ustadz menutup majelis. 
Akhirnya, majelis tarbiyah malam itu pun ditutup dan kami bersiap untuk meninggalkan tempat tarbiyah.  Malam itu, malam selasa, kami belum makan malam, padahal siang hari tadinya kami berpuasa. Lapar.  Itulah yang kami rasakan. 
Tiba-tiba, saat kami beranjak pulang, ustadz langsung mengajak kami untuk makan bakso.  Dengan perasaan agak terkejut, namun guratan kegembiraan yang tampak pada wajah kami tidak bisa disembunyikan.  Meskipun di sisi lain kami bersedih karena seharusnya kamilah yang memberikan sesuatu untuk ustadz sebagai bentuk rasa terima kasih kami atas ilmu yang telah beliau ajarkan.
Singkat cerita, warung wakso yang cukup terkenal di kota kami ini menjadi sasaran.  Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 22.00.  Di warung tersebut, ustadz memesan enam mangkok bakso untuk dia dan kami.  Dengan lahapnya, para ikhwa yang sudah sejak lama menahan laparnya menyantap bakso tersebut.
Saya dan ikhwah lain sudah sepakat, meskipun yang mengajak makan adalah ustadz, tetapi kamilah yang akan membayarnya.  Namun di luar dugaan, ustadz menghabiskan baksonya lebih cepat daripada kami.  Beliau berdiri menuju kasir untuk membayar.  Dengan sigap salah seorang ikhwah mengeluarkan uang dari dompetnya untuk mendahului ustadz tiba di kasir.  Namun ternyata ustadz mencegahnya dan mengatakan bahwa biar beliau saja yang bayar.  Ikhwah itu pun tak berkutik.  Akhirnya, ustadz jugalah yang membayar. 
Di sisi lain, 4 orang ikhwah masih asyik menyantap bakso yang juga belum habis.
Setelah semuanya menghabiskan jatah baksonya, kami baru menyadari bahwa ternyata ustadz sudah pulang.  Sejenak kami berpikir, makan bakso malam ini bukan hanya sekedar makan.  Ada hakikat lain yang mesti kami dalami.  Apa itu?  Tampaknya ustadz ingin mengajari kami bahwa beginilah yang seharusnya kami lakukan terhadap orang (baca;mad’u) yang akan diajak tarbiyah; ajak mereka makan bakso!
Pelajaran: untuk mengajak orang mengikuti kita dalam kebaikan, dibutuhkan berbagai macam trik dan intrik agar ia tertarik dengan ajakan kita.  Di antaranya melalui makanan.  Orang yang pernah kita berikan makanan akan merasa berhutang budi kepada kita sehingga ajakan-ajakan kita akan berat untuk ia tolak.  Gunakan rasa ‘tidak enak’nya kepada kita untuk mengajaknya mengikuti kegiatan-kegiatan kebaikan semisal tarbiyah islamiyah.

Ibnu Syamsuddin: Sudut Mihrab, 7 Rajab 1433/28 Mei 2012 pukul 14.12 WITA

0 komentar:

Posting Komentar