Pages

Labels

Senin, 28 Mei 2012

Senampan Ber-5

Oleh : Abu Muhammad Risaluddin

Sebanyak apa pun engkau memiliki harta, engkau tak akan mampu menyatukan dua hati yang berpecah.  Bahkan jika engkau menginfakkan semua isi dunia untuk menyatukan dua hati itu, engkau pun tetap tak akan mampu.  Allah telah berfirman dalam surah Al-Anfaal ayat 63:

“dan Dia (Allah) yang Mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang
berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah Mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana”

Manusia telah Allah ciptakan dengan segala pernak-pernik sifat yang dibawanya.  Di antaranya ada yang baik dan sebagiannya kurang baik.  Di antaranya sifat yang kurang baik itu adalah sifat egois dan individualistis.  Sifat ini-jika diperturutkan- akan menghambat proses kematangannya sebagai hamba Allah.  Oleh karena itu, Allah-dengan kemahasempurnaan-Nya- ‘azza wa jalla telah mengutus nabinya shallallohu ‘alaihi wa sallam untuk menyatukan hati-hati manusia yang bercerai berai di atas ‘lem’ keimanan.  Dalam salah satu hadits yang masyhur, beliau bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” [ HR. Al Bazaar ]

Seakan-akan beliau hanya diutus untuk permasalahan akhlak semata.  Namun tentu tidak seperti itu.  Hadits itu menunjukkan begitu penting dan agungnya masalah akhlak.  Tentu, orang yang berakhlak mulia akan disukai oleh orang lain yang ada di sekelilingnya.  Sebaliknya, si buruk akhlak akan dijauhi dan dicemoohi.
Akhlak yang baik dalam pergaulan akan menumbuhkan semangat berukhuwah yang tinggi.  Ukhuwah yang kuat inilah sebenarnya yang menjadi momok yang menakutkan bagi musuh-musuh islam.  Mengapa hari ini umat islam yang jumlahnya 1,5 milyar lebih begitu mudahnya diinjak-injak oleh bangsa Yahudi yang jumlahnya tidak mencapai 10 juta??? Ukhuwah.  Itulah jawabnya.  Ukhuwah yang sangat renggang antar sesama muslim hari ini sudah sampai pada taraf ‘siaga 1’ bahkan ‘Waspada’.  Akibatnya, musuh-musuh islam dengan gampangnya mencaplok umat ini.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَ…ّى
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.
(HR. Muslim)

Makan; Sarana Mempererat Ukhuwah
Banyak jalan untuk menjalin ukhuwah.  Salah satunya ketika makan.  Saat-saat makan bisa menjadi momen penting untuk membangun ukhuwah.  Bagaimana caranya?  Tentunya dengan menjalankan sunnah nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam.  Di antara sunnah Nabi kita dalam makan yang bisa menjalin ukhuwah yaitu:
1.       Makan Berjamaah
Bukanlah yang kita maksud makan berjamaah yaitu makan dengan aba-aba dari seorang komandan sebagaimana sholat berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam.  Makan berjamaah yang kita maksud adalah memakan hidangan dari satu wadah.  Ini adalah cara jitu merekatkan ukhuwah yang meregang akibat banyaknya gesekan-gesekan yang terjadi.  Teknisnya, makanan diletakkan dalam satu wadah, apakah itu piring atau nampan, kemudian wadah tersebut dikelilingi dan makanan di atasnya disantap bersama. Mak nyuss…  Jijik, itulah tanggapan sebagian orang yang belum merasakan nikmatnya makan berjamaah.  Mereka juga berargumen perbuatan tersebut jorok dan bisa menimbulkan sakit perut.  Wallahi, sudah sejak lama kami melakukan makan berjamaah di tempat kami bersama para ikhwah namun tak pernah ada satu pun di antara kami yang sakit perut disebabkan makan berjamaah.  Nah, berani coba??
Nabi bersabda..

فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه يبارك لكم فيه
Artinya : "Berkumpulkan ketika makan dan bacalah nama Allah maka Allah akan memberkati kalian dalam makanan itu." (HR Abu Daud dan Ahmad)

Jika saja ada istilah sepiring berdua, maka di masjid kami istilahnya adalah SENAMPAN BERLIMA.  Ya, karena kami makan menggunakan nampan.
Mungkin, ada yang mengatakan kami jama’ah tabligh. TIDAK.  Ini adalah sunnah yang hari ini sudah sangat banyak ditinggalkan kaum muslimin.  Di tempat kami yang tidak seberapa mewah ini, kami mulai mencoba menghidupkan sunnah ini. karena kami adalah pejuang dakwah.  Dengan pengamalan sunnah, dakwah kami akan dimudahkan oleh Allah, Insya Allah.

2.       Makan Sambil Bercengkrama
Saat makan, kita disunahkan untuk memecah ‘kekhusyukan’ dengan bercengkrama ringan, sebaiknya perbincangannya dalam hal-hal yang bermanfaat atau saling menasihati.  Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi kita yang mulia, dimana saat makan pun beliau masih memberikan nasihat kepada seseorang yang makan dengan tangan kiri agar makan dengan tangan kanannya. 
Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa tidak boleh berbicara sambil makan karena khawatir ‘keselek’.  Tidak.  Makanya, ketika makan, jangan masukkan makanan sepenuh mulut. Cukup ala kadarnya, dikunyah dengan lembut dan tidak tergesa-gesa sambil berbincang-bincang ringan. Dengan berbincang ringan saat makan, ukhuwah akan semakin rekat.  Masyaa Allah, alangkah indahnya agama yang mengajarkan hal ini.
 
3.       Menjilatkan tangan saudara kita

Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمُ الطَّعَامَ فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا وَ لَا يَرْفَعَ صَحْفَةً حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا، فَإِنَّ آخِرَ الطَّعَامِ فِيْهِ بَرَكَةٌ
"Apabila salah seorang kamu makan makanan, janganlah dia mengelap tangannya hingga menjilatinya atau meminta orang menjilatinya. Dan janganlah dia mengangkat piringnya hingga menjilatinya atau meminta orang untuk menjilatinya., karena pada makanan terakhir terdapat barakah." (HR. Bukhari no. 5465)
Luar  biasa, jika kalian tidak mau menjilat maka suruh saudaramu menjilatkannya.  Jijik.  Itulah yang ada dalam benak sebagian orang ketika mendengar hal ini.  Sekali lagi tidak.  Justru ini menunjukkan penghargaan islam yang begitu tinggi terhadap rizki Allah berupa makanan.  Jangan sebiji nasi yang melekat di piring, bahkan secuil makanan yang melekat di jari pun harus kita bersihkan(jilat,red) agar makanan tersebut tidak terbuang sia-sia lalu jatuh dan mengalir di selokan-selokan, bergabung dengan kotoran menjijikkan yang lain.  Membuang-buang rizki Allah lalu membiarkannya jatuh ke selokan, bukankah itu bentuk kufur nikmat???  Di sisi lain, boleh jadi makanan yang melekat di jari kita disitulah berkah makanan itu menempel.
Jika engkau tidak mampu menjilatnya, maka suruhlah saudaramu menjilatnya.  Dua jempol buat ikhwan yang bisa melakukan hal ini.  Tapi sejauh pengamatan dan pengalaman saya, belum ada ikhwah yang pernah menjilatkan atau dijilatkan.  Yah, tidak mengapa.  Nanti praktikkan saja sunnah ini dengan istrimu (jika sudah menikah kelak), heheh..  Jika dilakukan bersama ikhwah tentunya ukhuwahnya akan semakin terjalin.  Jika dilakukan bersama pasangan, tentu akan manambah keharmonisan, heheh…

Rasanya inilah sejumput tulisan yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini.  mudah-mudahan kita bisa mengambil faidahnya.  Jika ada kekeliruan, kami mohon kritikannya.  Assalamu’alaikum.
Makassar, 17 Mei 2012
Di salah satu sisi Masjid Mush’ab bin Umair FT UNM

0 komentar:

Posting Komentar