Pages

Labels

Kamis, 09 Januari 2014

Malam Jumat: Jawablah Adzan

CATATAN PENGAJIAN KITAB AL-LU’LU’ WAL MARJAN
MALAM JUMAT, 8 RABI’UL AWWAL 1435H/10 JANUARI 2013
MASJID UMAR BIN KHATTAB DPP WI, ANTANG
UST. MUHAMMAD YUSRAN ANSHAR, LC.,MA.

BAB 7: ANJURAN MENGATAKAN SEBAGAIMANA YANG DIKATAKAN MUADZIN BAGI YANG MENDENGARKAN ADZAN KEMUDIAN BERSHOLAWAT KEPADA NABI@ SETELAH ITU MEMINTA WASHILAH KEPADA NABI@

Ada hal yang luput kita bahas pada pekan lalu, yakni pada penggalan hadits

Lalu diperintahkanlah Bilal untuk mengumandangkan adzan dengan bilangan ‘genap’ dan iqomah dengan bilangan ‘ganjil’

dari sini ulama kita mengambil hukum bahwa adzan hukumnya fardhu kifayah.  Al-Ashlu fil amri al wujuub.  Adzan juga menjadi penanda sebuah negeri adalah negeri Muslim.  Ini merupakan dalil kuat.


Adzan diwajibkan bagi yang akan sholat berjamaah maupun sholat secara umum.  Sebagian besar ulama meniadakan anjuran adzan kepada wanita.  Karena adzan itu dijahrkan sementara wanita dianjurkan untuk merendahakn suaranya.  Adapun iqomah, sebagian pun meniadakannya.  Namun wallahu a’lam, yang rajih boleh bagi wanita melakukan iqomah karena iqomah tidak sekeras adzan, dengan catatan, tidak ada laki-laki ajnabi.  Jika adzan sudah dikumandangkan di suatu masjid maka itu berlaku untuk sholat-sholat setelahnya, jika ada jamaah lain yang akan sholat.  Adapun iqomah, maka harus diulang.

Hanya ada 1 hadits dalam bab ini, sebenarnya ada hadits lain  yang menyebutkan tentang menjawab adzan namun tidak diriwayatkan Bukhari dan Muslim:

Hadits Abu Sa’id al-Khudry bin Sinan:  Hadits 215

bahwasanya Rasulullah @ bersabda: Jika kalian mendengarkan an-nida(istilah untuk adzan yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits) maka katakanlah sebagaimana yang dikatakan oleh muadzdzin”

Faidah:

Beberapa dzikir saat muadzin mengucapkan lafadz adzan dan setelah adzan:

1.      Mengikuti apa yang dikatakan muadzin kecuali saat hayya alashsholah & hayya ‘alalfalaah.  Saat mendengar hayya ‘alatain  maka yang diucapkan adalah hauqolah (laa hawlaa walaa quwwata illaa billaah).  Hal ini dibahas secara rinci dalam hadits Muslim dari Umar bin Khattab.  Dalam hadits tersebut diperintahkan kepada kita agar memaknai ucapan tersebut.  

Perlunya kita selalu mengulang-ulang syahadatain karena terkadang syahadat batal tanpa disadari. 

Saat kita mendengarkan hayya ‘alatain kita mengucapkan hauqolah karena sesungguhnya yang bisa menyebabkan kita beribadah/melangkah menuju masjid adalah karena taufiq dan kekuatan dari Allah ‘azza wa jalla

Orang yang meresapi bacaan tersebut dijanjikan masuk surga berdasarkan hadits Muslim

2.      Dalam riwayat Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, bacaan saat mendengar tasyahud adalah radhiitu billah robbaa wa bimuhammadin rasula wa bil islaami diina

Siapa yang mengucapkan demikian maka diampuni dosanya (caranya: ?)

3.      Setelah selesai adzan maka bersolawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.  Bentuknya tidak disebutkan secara khusus, apa saja, bisa Sholawat Ibrahimiyyah atau sekadar Allahumma shalli ’alaa muhammad.  Pahala yang didapatkan adalah man sholla ‘alayya sholatan wahida shallallahu ‘alaihi bihaa ‘asyran.  Karena Allah memberi sholawat kepada kita maka itu bukan lagi doa.

4.      Membaca doa setelah adzan: hadits Bukhori dari Jabir bin Abdillah.  Dalam Ashabussunan maka ada tambahan : Innaka laa tukhliful mii’aad.  Ibn Baz menhasankan tambahan ini namun sebagian besar ulama men-dhoifkannya.  Orang-orang yang mengucapkan doa ini akan mendapat syafaat Nabi@ pada hari kiamat.

Rasulullah sudah jelas selamat.  Maka pada dasarnya doa ini adalah doa untuk kita sendiri. d
asaa an yab’atsaka rabbuka maqooman mahmuudaa”

Dan seandainya pun tidak ada yang bersholawat kepada Nabi maka Nabi sudah pasti mendapatkan maqooman mahmuuda

5.      Setelah itu, maka hal yang dianjurkan adalah berdoa secara umum.  Dalam Ashhabussunan dari Anas bin Malik: Doa tidak akan tertolak (rwyatlain:tidak tertolak doa) antara adzan dan iqomah.  Silakan berdoa sesuai kebutuhan masing-masing dan sendiri-sendiri.  ini merupakan waktu istijabah bukan tempat istijabah. Maka siapa saja yang mendapatkan waktu ini berhak mendapatkan keutamaan ini.

Beberapa hukum yang berkaitan dengan menjawab adzan:

1.      Hukum Menjawab Adzan

Al-Hafidz Ibn Hajar: ada beberapa perbedaan, yakni Hanafiyah dan Dzohiriyah memandang hukumnya wajib.  Abdul Wahhab (termasuk malikiyah) memandang seperti ini.  Begitu pun Al-Albani.

Namun pendapat rajih adalah sunnah muakkadah sebagaimana pendapat jumhur.  Namun tidak sepantasnya seorang muslim memudah-mudahkan hal ini.  Yang diperintahkan adalah inshooth (dengar sambil diam)

Ucapan ini untuk setiap orang mendengarkannya baik tidak suci, junub dan haidh.  Namun tidak perlu menjawab saat di dalam WC atau dalam keadaan sholat.  Ada satu pendapat aneh dari Ibn Taimiyah, yakni fatwa beliau bahwa kita tetap menjawab adzan meski dalam keadaan sholat.  Namun pendapat ini tidak disepakati oleh ulama yang lain.

2.      Dzikir yang terbaik adalah dengan mendengarkan dengan hati dan lisan.  Maka menjawab adzan dengan talaffudz (dilafazkan)

3.      Ketika kita membaca qur’an atau kegiatan baik lain dan adzan berkumandang, maka tunda itu untuk mendengarkan adzan.  Bahkan jika kita sholat sunnah, maka percepat sholat sunnah untuk mempercepat adzan.

4.      Menjawab iqomah “qod qomatishsholah” adalah dengan mengucapkan hal itu juga

5.      Menjawab taswiib adalah dengan mengucapkan itu juga ash sholaatu khoiirun minan naum.  Ada yang menjawab shodaqta wa barirta (kamu sudah benar dan telah berbuat baik), ini dhoif dan tidak ada asalnya.

6.      Ketika sudah masuk masjid lalu adzan hampir saja dikumandangkan hendaknya kita tunggu.  Lalu saat adzan sedang dikumandangkan, tunda sholat sunnah kita untuk menjawab adzan.

7.      Tentang masalah adzan jumat: kita tidak mengingkari yang menunggu adzan(setelah khotib naik mimbar) hingga selesai lalu ia sholat tahiyat masjid, begitu juga kita kita mengingkari yang langsung sholat tahiyatul masjid meski adzan sedang dikumandangkan.  Dalam masalah ini ada khilaf di kalangan para ulama.

8.      Menjawab adzan mski dari radio, jika sudah masuk waktu sholat

9.      Mengeraskan menjawab adzan

10.  Boleh bahkan menjawab adzan berulang


11.  Kalau kita hanya mendengar sepotong dari adzan, bagaimana?  Sebagian mengatakan sebeutkan juga yang terluput, namun yang rojih adalah menjawab hanya yang didengar saja. 

0 komentar:

Posting Komentar