Pages

Labels

Selasa, 01 September 2015

Ternyata, Kucing Tidak Najis



Syaikh Abu Utsman Kamal an-Najjar al-Yamani
Sabtu, 17 Dzulqo’dah 1436/01.09.2015
Kitab -Bahjah Qulubil Abrar-
Hadits 23 -Kucing Tidak Najis-

الحديث الثالث والعشرون

 عن أبي قتادة t قال: قال رسول الله r في الهرة: {إنها ليست بنجس، إنها من الطوافين عليكم والطوافات} ([1]) رواه مالك وأحمد وأهل السنن الأربع.
Dari Abu Qotadah #, beliau berkata bahwa Rasulullah @ bersabda tentang kucing: “Sesungguhnya kucing itu tidak najis, sesungguhnya kucing itu termasuk yang biasa berkeliling(hidup) di sekitar kalian”
(HR. Imam Malik, Ahmad dan Ahlus sunan yang empat)


PENJELASAN

Terdapat kisah tentang periwayat hadits ini, Abu Qotadah.  Dulu Abu Qotadah biasa berwudhu pada sebuah bejana. Suatu ketika datang seekor kucing untuk minum dari bejana tersebut.  Pada saat itu ada seorang kerabatnya yang melihat kejadian ini dan ia terkejut, bagaimana mungkin Abu Qotadah berwudhu pada bejana yang telah ditempati minum oleh kucing?  Maka ia pun memberi tahu Abu Qotadah lalu Abu Qotadah menjawab dengan menyebutkan hadits rasulullah ini, bahwa kucing itu tidaklah najis.  Liurnya atau apapun yang keluar dari mulut kucing itu tidaklah najis.  Juga tidak najis badannya, keringatnya.  Adapun kotoran dan kencingnya maka itu najis.

Apa hikmah dan sebab sehingga kucing itu tidak najis?  Karena ia adalah binatang yang biasanya hidup bersama manusia dan biasa berkeliling di sekitar manusia, masuk ke dalam kamar, tidur di atas sofa atau kasur, bermain di dapur.   Sulit bagi kita untuk menjauh dari kucing tersebut.  Jika setiap ia minum dari bejana lalu kita harus mencucinya, betapa merepotkannya hal ini. 

Maka berdasar hadits ini dan hadits-hadits yang lain, muncul sebuah kaidah fiqhiyah yaitu, “Kesulitan itu mendatangkan kemudahan”.  Dari sini juga, para ulama mengambil kaidah bahwa apa yang ukurannya di bawah kucing juga tidak najis semisal tikus dan yang lainnya.    Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini hanya berlaku jika hewan-hewan tersebut susah untuk dihindari.  Adapun sebagian ulama seperti Imam As-Sa’di berkata bahwa kucing dan apa saja yang ukurannya di bawah kucing seperti tikus, itu thohir (suci) jika masih hidup, tidak membuat makanan, minuman dan pakaian yang ia “cemari” menjadi najis.

Syaikh Utsaimin mengkhususkan kaidah di atas jika binatang-binatang itu sulit dihindari.  Adapun sebagian ahli fiqh memutlakkannya –yaitu bahwa kucing tidak najis- meski mudah untuk dihindari.

Sebagai tambahan faidah, bahwa madzhab Hanabilah (Imam Ahmad bin Hanbal) membagi hewan menjadi lima jenis, yaitu:

1.      Hewan yang najis saat masih hidup maupun ketika sudah mati.  Begitu juga bagian-bagian tubuhnya najis.  Seperti Anjing, binatang buas (seluruhnya –terjadi khilaf dalam masalah ini-), babi dan selainnya.
2.      Hewan yang suci saat masih hidup namun najis setelah matinya, seperti kucing dan tikus
3.      Hewan yang suci saat masih hidup maupun ketika sudah mati, namun tidak boleh dimakan seperti serangga yang tidak memiliki darah, contohnya seperti lalat, nyamuk.
4.      Hewan yang suci saat masih hidup dan mati jika matinya karena disembelih, misalnya ayam, kambing dan sapi.
5.      Hewan yang suci saat masih hidup dan setelah mati, baik matinya karena disembelih atau tidak (dan boleh dimakan), seperti hewan-hewan yang hidup di air.  Begitu juga belalang.


disadur dari kajian Rutin berbahasa Arab
transkrip dan alih bahasa: abdullah


 ([1]) الترمذي الطهارة (92) ، النسائي الطهارة (68) ، أبو داود الطهارة (75) ، ابن ماجه الطهارة وسننها (367) ، أحمد (5/303) ، مالك الطهارة (44) ، الدارمي الطهارة (736) .

0 komentar:

Posting Komentar